EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah akan membayarkan selisih alokasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada PT Pertamina pada tahun ini. Hal itu seiring dengan adanya perubahan alokasi subsidi BBM jenis Solar dari Rp 500 menjadi Rp 2.000.
"Sejak Januari itu gap-nya sudah mulai jauh (selisih harga keekonomian), jadi baru dibayar sebatas tertentu tapi ada gap," kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani di kompleks parlemen, Jakarta pada Kamis (26/7).
Askolani menjelaskan, pemerintah akan melakukan kajian setelah ada penetapan mengenai perubahan besaran subsidi. Hal itu, katanya, akan diumumkan pada kisaran Agustus hingga September mendatang.
Baca juga, Subsidi Energi Bengkak, Jonan: APBN tak akan 'Jebol'
Keputusan itu nantinya dapat menjadi landasan Pertamina untuk meninjau kembali tagihan subsidi solar kepada pemerintah. "Gap ini kemudian bisa ditagihkan, dimintakan verifikasinya ke pemerintah," kata Askolani.
Sebelumnya, belanja subsidi energi akan membengkak melebihi pagu anggaran yang sebelumnya ditetapkan di APBN 2018. Pemerintah memproyeksikan belanja subsidi energi akan mencapai Rp 163,5 triliun atau lebih tinggi 73 persen dari pagu di APBN 2018 yang sebesar Rp 94,5 triliun. Artinya, anggaran subsidi energi lebih tinggi Rp 69 triliun dari pagu anggaran tersebut.
"Kita hitung berdasarkan jumlah subsidi yang sudah ada pada semester pertama dan juga perbedaan harga diesel terhadap yang ditetapkan dengan harga yang berlangsung. Kita bahas bersama Menteri ESDM dan BUMN, beserta Pertamina dan PLN untuk melihat kondisi keuangan mereka," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kompleks parlemen, Jakarta pada Selasa (17/7).
Baca juga, APBN 2019, Subsidi Energi Ditambah
Seperti diketahui, pemerintah menaikkan subsidi BBM jenis solar dari Rp 500 per liter menjadi Rp 2.000 per liter. Ia mengatakan, kenaikan subsidi BBM untuk menjaga neraca keuangan Pertamina. "Kita melihat operasional dari sisi potensi keuntungan baik dari hulu maupun dari kegiatan hilir yang berkaitan dengan subsidi," kata Sri.
Realisasi penyaluran subsidi energi pada semester pertama 2018 mencapai Rp 59,5 triliun atau 63 persen dari pagu anggaran. Dengan adanya proyeksi kenaikan penyaluran subsidi energi maka total proyeksi belanja untuk subsidi adalah Rp 228,1 triliun atau 146 persen dari pagu yang sebesar Rp 156,2 triliun.
Sementara, total belanja negara diproyeksikan mencapai Rp 2.217,2 triliun atau 99,8 persen dari pagu belanja Rp 2.220,7 triliun.
"Policy ini menjaga daya beli masyarakat dan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Ini juga untuk menjaga stabilitas terutama karena ada tekanan cukup besar sehingga tetap bisa menjaga confidence," kata Sri.