EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pelaku ekonomi berharap kontestasi pemilihan presiden 2019 akan melahirkan pemimpin negara yang mampu menangani persoalan lintas sektor di pemerintahan. Menurutnya, saat ini banyak persoalan ekonomi yang tidak bisa dipecahkan karena masih menggunakan pendekatan parsial.
"Jadi masih per sektor, per kementerian. Kapasitas menterinya bisa bagus, tapi mereka menyelesaikan masalah di sektor mereka saja," kata Faisal ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (10/8).
Ia mencontohkan, saat ini pembangunan infrastruktur gencar dilakukan. Untuk bisa mendapatkan manfaat yang optimal, katanya, diperlukan kerja bersama lintas sektor.
"Misalnya Kementerian PU membangun jalan, Kementerian Pariwisata memajukan destinasi yang sudah terhubung dengan jalan itu. Begitu juga dengan kementerian lain yang bisa memanfaatkan," kata Faisal.
Sehingga, menurut Faisal, kualitas kepemimpinan yang dapat meningkatkan sinergi di pemerintahan menjadi harapan dari pelaku usaha dan investor.
Faisal mengatakan, pelaku ekonomi juga berharap pemimpin negara ke depan dapat memahami persoalan dan berpikir strategis. "Pemimpin negara tidak perlu paham detail semua bidang. Tapi dia paham mana yang perlu didahulukan, mana yang strategis, mana yang tidak," katanya.
Ke depannya, ungkap Faisal, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diselesaikan. Hal itu yakni pertumbuhan ekonomi yang masih stagnan di level 5 persen.
"Kita butuh percepatan karena kita tidak ingin masuk dalam jebakan kelas menengah. Kita butuh tumbuh di atas 7 persen," kata Faisal.
Selain itu, pemerintah diminta meningkatkan kemandirian ekonomi. Dia menjelaskan, saat ini Indonesia menghadapi persoalan defisit neraca dagang dan juga defisit neraca transaksi pembayaran. Hal ini lantaran industri dalam negeri masih memiliki ketergantungan tinggi pada produk impor.
"Pemerintah ke depan perlu menggenjot perkembangan industri manufaktur," ujarnya.
Faisal mengatakan, selain persoalan domestik tersebut, tekanan dari eksternal juga diproyeksi belum akan mereda. Hal itu seperti kenaikan harga minyak dunia, perang dagang, dan juga normalisasi kebijakan di AS.
"Kalau persoalan domestik diperbaiki, maka tantangan eksternal akan semakin bisa diredam," katanya.