EKBIS.CO, JAKARTA -- Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai, setidaknya ada lima faktor yang menyebabkan realisasi investasi pada kuartal kedua mengalami penurunan dibanding dengan kuartal pertama. Salah satu di antaranya adalah libur Lebaran selama 12 hari yang menghambat aliran investasi, terutama terkait pengurusan perizinan.
Faktor penting lainnya adalah kontestasi pemilihan presiden (pilpres) 2019 yang kian memanas. Banyak investor wait and see, menunggu apakah akan ada pergolakan di tahun politik ini.
"Proses produksi masih jalan, tapi ekspansinya ditahan. Penahanan bisa sampai 2019, ketika terpilih pimpinan baru, mereka baru ekspansi lagi," ucap Andry ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (14/8).
Penyebab ketiga, belum adanya perbaikan di sektor produksi, terutama di manufaktur, yang dapat meningkatkan investasi. Perbaikan tersebut di antaranya meliputi regulasi. Bulan lalu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merilis Online Single Submission (OSS) untuk mempermudah proses investasi, tapi faktanya ada misinterpretasi.
Menurut Andry, ada kebingungan yang timbul pada kalangan pengusaha terkait perbedaan OSS ini dengan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTS) di daerah-daerah. "Apakah mereka yang sudah mengurus ke PTSP, harus izin lagi ke OSS atau tidak. Mereka masih bingung dengan poin-poin tersebut," tuturnya.
Faktor lain, sumber input bahan baku untuk pendukung industri yang masih mahal, seperti gas. Terakhir, rencana pemerintah untuk membatasi bahan baku impor yang kontribusinya masih besar di Indonesia. Dengan rencana ini, investor melihatnya sebagai ancaman untuk berusaha di Indonesia.
Menurut data yang dirilis Badan Koordinasi Penanaman Modal, Selasa (14/8), realisasi investasi pada kuartal kedua 2018 sebesar Rp 176,3 triliun menurun 4,9 persen dari kuartal pertama 2018 sebesar Rp 185,3 triliun. Sementara itu, secara kumulatif Januari-Juni 2018, realisasi investasi mencapai Rp 361,6 triliun, meningkat 7,4 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp 336,7 triliun.