Kamis 30 Aug 2018 09:37 WIB

Kementerian Keuangan akan Pantau Media Sosial Wajib Pajak

Media sosial untuk memantau, mencermati, dan menganalisis karakter wajib pajak.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nur Aini
Petugas memandu warga mengisi form pendaftaran untuk membayar pajak kendaraan dengan menggunakan Samsat Digital e-Samsat di Kantor Bersama Pelayanan Satu Atap Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (28/3).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Petugas memandu warga mengisi form pendaftaran untuk membayar pajak kendaraan dengan menggunakan Samsat Digital e-Samsat di Kantor Bersama Pelayanan Satu Atap Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (28/3).

EKBIS.CO, JAKARTA – Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana memanfaatkan platform media sosial untuk memantau aktivitas wajib pajak. Rencana itu dilakukan mengingat gaya hidup masyarakat Indonesia yang sudah akrab dengan media sosial, baik Instagram, Facebook, maupun Twitter.

Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak Kemenkeu Iwan Djuniardi mengatakan, media sosial akan digunakan untuk memantau, mencermati, dan menganalisis karakter wajib pajak (WP). "Saat ini, kami tengah mempersiapkan infrastruktur berbasis teknologi informasi (IT) untuk itu,"

tuturnya ketika ditemui Republika.co.id usai Seminar Nasional Kepajakan di Jakarta, Rabu (29/8).

Akan tetapi, Iwan menjelaskan, pemanfaatan media sosial masih menjadi rencana jangka panjang dan baru memasuki tahap penyusunan. Rancangan arsitektur dan kronologisnya pun akan disiapkan oleh tim IT Ditjen Pajak. Hal itu dilakukan sembari menjajaki dan memilah data-data apa yang memungkinkan dilacak melalui media sosial.

Iwan menambahkan, media sosial merupakan sumber data dengan potensi yang besar. Banyak aspek dari aktivitas WP objek pemantauan otoritas pajak yang dapat terlihat. Hal itu di antaranya, lingkaran pertemanan di media sosial ataupun opini personal WP yang disampaikan melalui unggahan teks, foto dan video. "Kita juga bisa mencermati mobilitas dia," ujarnya.

Meski demikian, otoritas pajak tidak mungkin melacak semua data di media sosial. Sebab, nilai investasinya terlalu besar. Iwan menyebutkan, anggaran untuk IT Ditjen Kemenkeu yang nominalnya jauh di bawah Malaysia dan Singapura tersebut masih terlampau kecil untuk mencapai tujuan tersebut.

Saat nanti pemantauan media sosial sudah diaplikasikan Ditjen Pajak Kemenkeu, Iwan memastikan monitoring tidak terbatas pada WP yang 'bandel' ataupun patuh. Informasi terkait aktivitas dan sikap WP di dunia maya dibutuhkan untuk memastikan regulasi yang telah dibuat bisa mengakomodasi dinamika di lapangan.

Selain itu, media sosial juga akan dimanfaatkan otoritas guna melihat respons masyarakat terhadap suatu kebijakan yang hendak dikeluarkan. "Jadi, kami dapat melihat bagaimana pro dan kontranya, sehingga bisa dibuat langkah antisipasinya,"

kata Iwan.

Sementara itu, realisasi penerimaan perpajakan sampai akhir Juli 2018 terkumpul sebesar Rp 780,05 triliun. Selain itu, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 211,04 triliun, serta hibah sebesar Rp 3,27 triliun. Masing-masing telah mencapai 48,21 persen, 76,62 persen, serta 273,22 persen dari target yang ditetapkan pada APBN 2018.
 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement