EKBIS.CO, JAKARTA – Bisnis perdagangan daring atau online mengalami pertumbuhan pesat. Namun, diakui Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia ( idEA) Ignatius Untung, di tengah pertumbuhan pesat ini, logistik masih menjadi tantangan berat yang dihadapi pelaku e-commerce hingga hari ini.
Dengan karakter Indonesia yang kepulauan, kata Untung, akses untuk menjangkau daerah di luar pulau besar cenderung lebih sulit dan mahal dibanding dengan daratan. Tapi, bukan berarti pengiriman di pulau besar tidak mengalami hambatan.
Menurut Untung, jangka waktu yang dibutuhkan saat mengirim produk ke daerah tujuan terlampau panjang. "Misalnya saja dari Jakarta ke Surabaya atau Semarang dengan jarak sekitar 500 kilometer, butuh waktu sembilan jam. Itu tidak efisien dibanding kalau di Eropa yang mampu mengirim empat jam untuk jarak sama," ujarnya ketika dihubungi Republika, Kamis (30/8).
Hambatan tersebut tidak bisa terlepas dari kondisi infrastruktur di Indonesia yang belum merata, terutama dari segi kualitas jalan. Namun, Untung optimistis permasalahan ini dapat segera teratasi seiring dengan prioritas pemerintah terhadap pembangunan jalan tol dan jalan layang.
Permasalahan berikutnya adalah keberadaan perusahaan pengiriman dan logistik yang belum merata di berbagai daerah. Dampaknya, jangkauan pengiriman masih terpusat di kota-kota besar, sehingga sulit saat mengirimkan satu paket ke daerah yang belum terjangkau perusahaan.
Untung berharap, perusahaan pengiriman dan logistik bisa membangun lebih banyak cabang di kota-kota kecil. Salah satu yang bisa diandalkan adalah aset pemerintah yakni PT Pos Indonesia.
Hanya saja, Untung melihat PT Pos masih belum mampu mengakomodir kebutuhan e-commerce yang semakin tinggi. "Mereka sudah berbenah beberapa tahun belakang, tapi belum mampu mengejar swasta seperti JNE dan J&T," ujarnya.
Untung menyebutkan, kekurangan terbesar yang dimiliki PT Pos adalah dari segi kepastian waktu. Sama halnya ketika mengirim surat pada beberapa dekade lalu, pengirim tidak dapat memastikan kapan paket bisa tiba ke tujuan.
Untung mengakui, isu logistik pada dunia e-commerce sudah menjadi tantangan sejak lama. Beberapa perusahaan sudah mencoba mengantisipasinya termasuk dengan membuat jaringan logistik sendiri seperti Lazada melalui Lazada Express. Tapi, mereka juga memiliki pemikiran sama dengan perusahaan logistik lain, yakni membuka jaringan ke area yang mainstream.
Dilemanya, ketika perusahaan e-commerce membuka jaringan logistik di tempat subur, omzet untuk perusahaan pengiriman dan logistik dapat menurun. "Kalau turun omzet, mereka gimana bangun di daerah lain. Ini seperti efek domino," ucap Untung yang juga menjadi General Manager Rumah123.com.
Sebelumnya, laporan terbaru McKinsey berjudul The Digital Archipelago: How Online Commerce is Driving Indonesia's Economic Development memproyeksi nilai pasar e-commerce di Indonesia mencapai 55 miliar-65 miliar dolar AS pada 2022. Tapi, masih terdapat beberapa tantangan untuk mengakselerasi pengembangan ekosistem e-commerce di Indonesia termasu kurangnya akses logistik.