EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah segera menerapkan implementasi perluasan program pencampuran minyak kelapa sawit sebesar 20 persen pada solar untuk biodiesel non subsidi atau non public service obligation (non PSO). Jika sudah diimplementasikan, itu berarti akan ada 19 badan usaha penyalur bahan bakar nabati (BBN) yang memasok 2,9 juta kiloliter (kl) kebutuhan fatty acid methyl ester (FAME) untuk bahan baku biodiesel.
Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menilai meski awal September sudah diterapkan implementasi tersebut namun pasokan FAME dilakukan bertahap. "Dibagi empat (tahap) saja dari 2,9 juta kilo liter. Kira-kira 700 ribu kilo liter per bulan," kata Ketua Umum Aprobi MP Tumanggor di akarta, Jumat (31/8).
Untuk itu, menurutnya sebanyak 19 badan usaha BBN tersebut akan memasok minyak sawit kepada 11 badan usaha bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap. Sebab, kata Tumanggor, ada waktu yang diberikan untuk memasok sawit mulai dari September hingga Desember 2018.
Baca juga, Pemerintah: B20 Mampu Atasi Defisit Transaksi Berjalan
Dia menambahkan ada beberapa sektor yang akan menyerap penggunaan biodiesel 20 persen (B20) dari non subsidi (non PSO, red). "Antara lain sektor pertambangan, PLN yang satu tahunnya membutuhkan dua juta kilo liter, transportasi laut, dan sektor industri. Saya kira yang paling besar itu di sektor pertambangan bisa sekitar 50 persen," ujar Tumanggor.
Sementara untuk angkutan umum, lanjut dia, yang menggunakan biodiesel sudah melakukannya sehingga bukan termasuk perluasan kepada non-PSO. Dengan begitu, Tumanggor menegaskan tak ada lagi cerita truk yang tidak bisa jalan karena menggunakan biodisel.
Pemerintah pada hari ini, Jumat (31/8), akan meluncurkan kebijakan mandatori penggunaan B20. Dengan keluarnya kebijakan mandatori ini, sebanyak 11 badan usaha BBM akan menandatangani kontrak sebagai jaminan menyalurkan biodiesel B20 yang penggunaannya akan diimplementasikan mulai 1 September 2018.