Senin 03 Sep 2018 08:31 WIB

Analis: Isu Utama Indonesia Saat Ini adalah Stabilitas

Pemerintah AS ingin mengurangi defisit perdagangannya.

Rep: Satya Festiani/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).

EKBIS.CO, BALI -- Akademisi dari Universitas Airlangga (Unair), Miguel Padilla, mengatakan, isu utama Indonesia saat ini adalah stabilitas. Hal tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan suku bunga AS, volatilitas di pasar emerging market, dan adanya gejolak perang dagang.

“Isu utamanya salah satunya perang dagang. Ini kebijakan dari Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mengurangi defisit perdagangan yang mereka punya,” ujar Miguel pada akhir pekan lalu di Kuta, Bali.

Seperti dilansir dari Reuters pada Selasa (28/8), Departemen Perdagangan AS mengatakan, defisit perdagangan barang melonjak 6,3 persen menjadi 72,2 miliar dolar AS bulan lalu. Ekspor barang turun 1,7 persen menjadi 140 miliar dolar AS, terbebani oleh penurunan 6,7 persen dalam ekspor makanan, pakan dan minuman.

“Itu memang menyebabkan gejolak di pasar global,” ujar Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis asal Meksiko ini.

Indonesia, menurutnya, harus melihat secara teliti perjanjian dagang antara AS dengan mitra dagang selain Indonesia. “Itu ada undirect effect,” ujarnya.

Namun, menurutnya, isu perang dagang ini belum jelas efeknya seperti apa karena belum dapat dilihat dampaknya pada volume perdagangan. Malah Cina pernah mencapai maksimum ekspor ke AS dalam beberapa bulan kemarin. "Walaupun sudah ada tarif dan lain-lain tapi masih belum ada efek yang signifikan,” ujarnya.

Ia mengatakan, salah satu inisiatif dari Pemerintah Indonesia untuk menghadapi ketidakpastian dan isu stabilitas tersebut adalah dibentuknya Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) Center Kementerian Perdagangan (Kemendag). Pembentukan FTA Center ini sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017 sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2016 tentang RKP 2017.

Miguel yang juga merupakan anggota dari FTA Center tersebut mengatakan, salah satu tugas FTA Center adalah menjadi advokasi. “Ada beberapa concern dari beberapa produsen lokal di sektor industri tentang praktik dari negara lain yang busa dikatakan unfair. Atau mereka tidak menghormati perjanjian yang sudah ditandatangani. Kami juga channel untuk membawa isu itu kepada Kemendag,” ujarnya.

Ia juga mengatakan, FTA Center mencari alternatif-alternatif menghadapi perekonomian global. Proyek ini juga membantu mensosialisasikan perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dengan negara lain kepada eksportir Indonesia. “Manfaat economic partnership dari fasilitas yang diberikan mitra dagang masih relatif rendah. Ekspor ke negara tersebut belum maksimal,” ujarnya

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement