EKBIS.CO, JAKARTA -- Amerika Serikat (AS) memutuskan menunda tuntutan retaliasi terhadap Indonesia yang diajukan ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Besaran tuntutan retaliasi yang diajukan AS ke Indonesia sebesar 350 juta dolar AS atau setara Rp 5 triliun.
Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus menilai, penundaan tetsebut merupakan gertak sambal dari AS. Dengan cara ini AS menekan Indonesia untuk melakukan impor dari negara tersebut.
"AS sepertinya mau melihat bagaimana respons kita. Ini gertak sambal agar kita jangan melarang impor yang pelarangannya tidak didasari oleh kerangka WTO," ujar Heri kepada Republika.co.id, Senin (3/9).
Alasan AS mengajukan tuntutan ke WTO karena kebijakan Indonesia untuk menutup impor dinilai merugikan negara tersebut. Namun, apabila pemerintah membuka impor dari AS, maka pemerintah harus dapat melindungi produk dalam negeri.
Menurut Heri, ada dua upaya yang harus dilakukan pemerintah dalam melindungi produk dalam negeri. Pertama, pemerintah dalam hal ini kementerian perdaganhan perlu memperkuat diplomasi kepada AS dengan membawa amunisi berupa dukungan dan informasi dari kementerian terkait sepeti pertanian dan industri.
Amunisi ini bisa berupa kajian ilmiah yang kredibel di mata internasional dan informasi akurat yang terpercaya. "Dalam diplomasi ini kita harus menunjukkan apa saja yang kita punya dan apa saja yang kita butuhkan. Itu yang kita ajukan untuk berunding sehingga dalam implementasinya bisa sesuai harapan," jelas Heri.
Kedua, pemerintah harus meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Teknisnya, kata Heri, pemerintah bisa memata-matai pasar di negara-negara tertentu untuk mengetahui kebutuhan negara tersebut.
Melalui cara ini, pemerintah bisa mengetahui produk apa saja yang dibutuhkan dan apa saja yang diminati oleh negara tersebut. Selain itu, mata-mata pasar juga akan menghimpun informasi mengenai distributor, jaringan logistik dan hambatan disana.
Dengan informasi tersebut, nanti akan dibuat produk-produk yang dapat diekspor ke negara-negara tersebut. Hal ini telah dilakukan oleh Cina, sehingga ekspor Cina sudah meluas ke seluruh dunia.
Heri menilai, Indonesia harus melakukan hal tersebut.Tidak hanya ke negara tradisional market tapi juga ke non tradisional market seperti negara yang selama ini belum pernah atau minim perdagangannya.
Contohnya ke negara-negara di afrika tengah dan selatan yang saat ini sudah setahap menuju negara berkembang dari negara miskin. "Harapannya ekspor semakin tinggi, devisa semakin banyak sehingga bisa memperkuat rupiah kita," kata Heri.