EKBIS.CO, JAKARTA — Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo mengatakan Indonesia harus belajar dari kasus penerbitan Global Medium Term Notes (GMTN) 3 miliar dollar AS. Kerugian GMTN akibat kurs yang melemah terhadap dolar diperkirakan mencapai Rp.6 triliun.
"Pada tanggal 27 February 2009, saya mengkritik keras penerbitan GMTN 3 miliar oleh Kementerian Keuangan,” kata Dradjad kepada Republika.co.id, Jumat (7/9).
Dijelaskannya, sejumlah 1 miliar dolar AS dari GMTN yang terbit 26 Februari 2009 itu bertenor 5 tahun dengan yield (imbal hasil) 10,5%, dan kupon 10,375%. Yang sebesar USD 2 milyar bertenor 10 tahun, berimbal hasil 11,75% dan kupon 11,625%.
"Kritik pertama saya, GMTN tersebut kemahalan, jika dibandingkan kupon Filipina, Malaysia dan Korea Selatan,” kata Dradjad.
Kritik kedua, lanjut dia, terkait risiko nilai tukar. Yaitu, apabila nanti Rupiah melemah saat Indonesia harus membayar kupon dan atau pokoknya.
Tahun depan, kata Dradjad, GMTN yang 10 tahun itu jatuh tempo. Kurs Rupiah pada 26 Februari 2009 saat itu adalah Rp 12023/USD. Karena sekarang dan nanti saat jatuh tempo, nilai tukar Rupiah sulit nilainya sama dengan Februari 2009, artinya Indonesia mengalami rugi kurs.
Dengan jumlah 2 miliar dolar AS, menurut Dradjad, rugi kurs tersebut bisa mencapai hampir Rp 6 triliun. "Besar pastinya tentu tergantung berapa kurs Rupiah saat GMTN jatuh tempo nanti. Tapi jika melihat kurs forward saat ini, prospeknya tidak menggembirakan. Itu baru dari satu GMTN,” kata dia.
Jadi negara sudah rugi karena membayar kupon kemahalan, nanti akan terpukul lagi oleh rugi kurs. Andai saja uang sekitar Rp 6 triliun itu dipakai untuk menambah dana BPJS, akan banyak sekali pasien, dokter, tenaga media dan rumah sakit yang tertolong. "Itulah opportunity lost yang harus ditanggung masyarakat,” ungkap politikus PAN ini.
Dradjad mengatakan kasus Ini harus menjadi pelajaran bagi Indonesia. Salah kebijakan yang diambil oleh pejabat publik maka akibatnya harus ditanggung oleh masyarakat banyak.