Jumat 14 Sep 2018 08:35 WIB

Harga Minyak Catat Penurunan Paling Tajam Sebulan Terakhir

Badan Energi Internasional memperingatkan bahwa pasar minyak sedang mengetat

Red: Nidia Zuraya
Harga minyak dunia (ilustrasi).
Foto: REUTERS/Max Rossi
Harga minyak dunia (ilustrasi).

EKBIS.CO, NEW YORK -- Harga minyak turun lebih dari dua persen pada akhir perdagangan Kamis (13/9) atau Jumat (14/9) pagi WIB. Harga minyak mentah jenis Brent tergelincir kembali dari tertinggi empat bulan karena investor fokus terhadap risiko bahwa krisis negara-negara berkembang dan sengketa perdagangan bisa menekan permintaan sekalipun pasokan mengetat.

Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan bahwa meskipun pasar minyak sedang mengetat pada saat ini dan permintaan minyak dunia akan mencapai 100 juta barel per hari (bph) dalam tiga bulan ke depan, risiko-risiko ekonomi global sedang meningkat.

"Ketika kita memasuki tahun 2019, risiko yang mungkin untuk perkiraan kami terletak di beberapa negara berkembang utama, sebagian karena depresiasi mata uang terhadap dolar AS, meningkatkan biaya energi yang diimpor," kata IEA.

"Selain itu, ada risiko terhadap pertumbuhan dari eskalasi perselisihan perdagangan," kata agen yang bermarkas di Paris itu menambahkan.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman November kehilangan 1,56 dolar AS atau 2,0 persen menjadi menetap di 78,18 dolar per barel di London ICE Futures Exchange. Patokan global pada Rabu (13/9) mencapai 80,13 dolar AS, level tertinggi sejak 22 Mei.

Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober turun 1,78 dolar AS atau 2,5 persen menjadi ditutup padai 68,59 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Kedua patokan harga minyak menandai persentase penurunan satu hari terbesar mereka dalam hampir satu bulan.

"Pasar jatuh di awal sesi karena investor fokus pada elemen "bearish" dari laporan IEA," kata Bob Yawger, direktur berjangka energi di Mizuho di New York.

Harga tergelincir lagi setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan dalam sebuah tweet bahwa Amerika Serikat tidak dalam tekanan untuk membuat kesepakatan perdagangan dengan Cina.

Menurut survei, perusahaan-perusahaan AS di Cina dirugikan dengan meningkatnya ketegangan perdagangan antara Washington dan Beijing. Kondisi tersebut membuat para pelaku bisnis melakukan lobi-lobi kepada pemerintah Trump untuk mempertimbangkan kembali pendekatannya.

Gedung Putih telah mengundang para pejabat Cina untuk memulai kembali pembicaraan perdagangan, ketika AS bersiap meningkatkan perang perdagangan dengan Cina dengan tarif pada barang-barang Cina senilai 200 miliar dolar AS.

Menteri Energi AS Rick Perry memuji anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia untuk pekerjaan mereka dalam mencegah lonjakan harga minyak selama kunjungannya ke Moskow. Harga minyak naik pada minggu ini, didukung sesi-sesi sebelumnya oleh penarikan lebih besar dari perkiraan dalam persediaan minyak mentah AS, pelemahan dolar AS dan laporan penurunan dalam produksi AS, Commerzbank mengatakan dalam sebuah catatan.

Produksi minyak mentah AS turun 100 ribu barel per hari menjadi 10,9 juta barel per hari pekan lalu, karena industri menghadapi kendala kapasitas jaringan pipa. Meskipun produksi mingguan menurun, Amerika Serikat kemungkinan melampaui Rusia dan Arab Saudi awal tahun ini untuk menjadi produsen minyak mentah terbesar dunia, berdasarkan perkiraan awal dari Badan Informasi Energi AS (EIA).

Meskipun EIA tidak mempublikasikan perkiraan produksi minyak mentah untuk Rusia dan Arab Saudi dalam prospek jangka pendeknya, mereka memperkirakan bahwa produksi AS akan terus melebihi produksi Rusia dan Saudi untuk sisa bulan 2018 dan hingga 2019.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement