EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan dalam pengelolaan PT Freeport Indonesia akan melibatkan Pemerintah Daerah (pemda) Papua. Setelah penandatanganan perjanjian divestasi saham Freeport hari ini (27/9), maka saham PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) (Persero) menjadi 51,23 persen.
Rini menjelaskan dengan begitu Pemda Papua memiliki 10 persen saham Freeport. Sehingga, kata Rini, masyarakat Papua mendapat manfaat maksimal dari keberadaan Freeport Indonesia.
Setelah penandatangan resmi tersebut, Rini mengatakan saat ini hanya tinggal menjalankan proses selanjutnya. "Pembiayaan sudah done tinggal sekarang pembayarannya itu masih menunggu," kata Rini usai menghadiri penandatanganan perjanjian divestasi saham Freeport Indonesia di Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Kamis (27/9).
Rini menjelaskan transaksi tersebut juga dilakukan secara internasional yang mendesak. Dengan begitu, Rini memastikan saat ini kuasa hukum masih harus mengkonfirmasi lagi terhadap negara-negara yang menerima impor tembaga dari Freeport.
Menurutnya, proses tersebut ada aturan tersendiri yang harus dijalankan. "Tinggal menunggu itu, semoga saya targetnya kan November 2018 sudah semua beres," tutur Rini.
Selain itu, Rini menegaskan sejalan dengan program hilirisasi industri pertambangan Indonesia, Inalum dan Freeport Indonesia akan terus melakukan dengan baik. Hal itu terkait tidak berhenti pada pembangunan smelter tembaga tetapi juga pengolahan lumpur anoda sebagai produk samping menjadi emas.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dalam mendukung kepastian investasi oleh Freeport dan Inalum, pemerintah juga memberikan kepastian. "Ini mengenai kewajiban perpajakan dan kewajiban bukan pajak baik di tingkat pusat dan daerah yang menjadi kewajiban PT FI," jelas Sri.
Dengan selesainya proses divestasi saham tersebut, maka menurut Sri peralihan kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Sri memastikan Freeport Indonesia akan memberikan kontribusi penerimaan negara yang secara agregat lebih besar dibandingkan pada saat KK berlaku.