Sabtu 06 Oct 2018 22:49 WIB

Kementan Sarankan Peternak Bentuk Kelompok Ekonomi

Kelompok ekonomi peternak sebagai upaya mengatasi penurunan harga telur

Red: EH Ismail

EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita menyarankan peternak membentuk kelompok ekonomi. Tujuannya agar peternak lebih berdaya saing dan memiliki posisi tawar dalam mengembangkan usahanya.

I Ketut mengatakan, hal tersebut dinilai penting untuk mengatasi penurunan harga telur ayam ras di tingkat peternak karena kelebihan pasokan, serta keluhan biaya produksi yang tinggi akibat harga bibit ayam (day old chick/DOC) dan pakan yang tinggi.

Untuk mencari akar persoalan dan solusi, I Ketut bersama Direktur Pakan, dan Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak sudah turun langsung ke sentra produsen ayam petelur terbesar di Jawa Timur yaitu Kabupaten Blitar, Senih (1/10). Di lokasi tersebut, I Ketut  berdialog dengan peternak di Pendopo Kabupaten Blitar. Sekitar 140 peternak melakukan dialog langsung dan mengeluhkan penurunan harga telur ditingkat peternak karena kelebihan pasokan, padahal pada saat yang sama biaya produksi yang tinggi akibat harga DOC dan pakan yang tinggi. 

“Kami sarankan agar para peternak bersatu dalam wadah koperasi. Hal ini untuk memudahkan kami dalam memfasilitasi peternak untuk mendapatkan DOC secara langsung dari perusahaan pembibit (breeder/integrator), sehingga harganya standar normal," kata I Ketut saat ditemui di Kantor Kementan, Jakarta, Sabtu (06/10).

I Ketut membantah harga DOC mahal karena kelangkaan. Menurutnya, berdasarkan data yang ada, produksi bibit ayam petelur (DOC FS Layer) dari Januari-Agustus 2018 rata-rata per bulan sebanyak 14.831.383 ekor dan bibit ayam pedaging (DOC FS Broiler) rata-rata per bulan sebanyak 243.250.971 ekor atau per minggu sebanyak 57.916.898 ekor. Pasokan justru sangat berlebih dan karenanya dilakukan eskpor ke beberapa negara.

“Kita sudah ekspor DOC ke Timor Leste, telur ayam tetas ke Myanmar, daging ayam olahan ke Jepang, PNG dan Myanmar. Ekspor ini yang harus kita tambah dan perluas negaranya, sehingga dapat meghasilkan devisa untuk negara,” ujarnya.

I Ketut menilai, ada kemungkinan peternak ordernya sendiri-sendiri dan dengan jumlah yang sedikit, sehingga sulit untuk dilayani langsung dan akhirnya mendapatkan DOC dengan harga tinggi karena sudah dari tangan/pihak ke-tiga. Apalagi setelah dilakukan pengecekan harga DOC ditingkat pembibit masih standar normal.

Ia menambahkan, peternakan ayam petelur sudah menjadi urat nadi bagi perekonomian Kabupaten Blitar. Wilayah ini dikenal sebagai menghasilkan telur ayam ras. Nasib peternak ayam petelur tentunya harus diperjuangkan.

"Kita akan ambil sikap bersama agar peternak tidak rugi. Apa yang menjadi keluhan peternak soal kesulitan mendapatkan DOC kita carikan jalan keluar, agar biaya produksi itu turun, dan peternak bisa bersaing," tutur I Ketut.

Terkait upaya memenuhi kebutuhan jagung untuk pakan ternak, I Ketut meminta Pemerintah Kabupaten Blitar dapat memanfaatkan lahan-lahan pemerintah yang masih belum produktif untuk ditanami jagung. “Penanaman jagung ini bisa juga dilakukan oleh BUMD, sehingga dapat menambah PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Blitar,” ucapnya.

Menyikapi tentang adanya kelebihan pasokan saat ini, I Ketut berpendapat hal ini semestinya ditanggapi dengan positif karena lebih baik kelebihan pasokan daripada kekurangan. Solusi paling nyata adalah dengan terus mendorong pelaku usaha untuk terus meningkatkan ekspor, selain juga mendorong kerjasama pemasaran antara produsen telur ayam seperti Blitar dengan daerah lain seperti yang sudah dilakukan dengan Pemerintah DKI Jakarta.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement