Ahad 07 Oct 2018 14:20 WIB

Realisasi Bioenergi Masih Terhambat, Ini Sebabnya

Sebagian besar investor merasa enggan memberikan dana terhadap proyek.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
biomassa yang diteliti oleh IPB.
Foto: IPB
biomassa yang diteliti oleh IPB.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terus berupaya mendorong biomassa sebagai bagian dari bioenergi atau sumber energi terbarukan yang didapatkan dari sumber biologis. Di antaranya adalah dengan mengembangkan Hutan Tanaman Energi (HTE). Konsep ini sekaligus dilakukan untuk memenuhi target pemerintah, yakni bauran energi terbarukan 23 persen pada 2025. 

Prioritas Kementerian LHK terhadap pengembangan bioenergi berbasis HTE sudah dilakukan sejak 2014 melalui penandatanganan kerja sama dengan Kementerian ESDM. Staf Ahli Menteri LHK bidang Energi Hudoyo menjelaskan, kedua kementerian menargetkan pengembangan HTE mcnapai 100 ribu hektare pada 2019.

Namun, sampai Juni 2018, realisasi realisasi luas usaha pemanfaatan untuk bioenergi mencapai 21.858 hektare dengan total izin 34 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT). "Baru mencapai 21,86 persen dari target 100 ribu di tahun depan," tutur Hudoyo kepada Republika.co.id, Ahad (7/10).

Banyak tantangan yang dihadapi dalam mencapai target itu, termasuk dalam akses pendanaan. Sebagian besar investor merasa enggan memberikan dana terhadap proyek karena tidak yakin terhadap stabilitas hasil dalam jangka panjang. Apalagi, kehutanan di Indonsia tidak selalu terbukti mampu mencapai keberlanjutan, termasuk hutan tanaman.

Tidak hanya itu, perbankan Indonesia juga umumnya masih belum menyadari bisnis bioenergi, sehingga enggan mendukung investasi untuk skala besar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diketahui sudah membuat formula peta jalan, tapi belum menjadi prioritas.

Hudoyo menyebutkan, beberapa waktu lalu pemerintah mencoba menawarkan investasi kepada Korea Selatan. Mereka sudah memberi sambutan positif, tapi masih terkendala dengan kejelasan dalam jangka panjang, terutama terkait konflik tenurial atau lahan yang tinggi di Indonesia. 

"Di sini wajar ketika ada hutan produksi yang diberikan izin HTE lalu tidak dikelola, akhirnya dirambah masyarakat. Korsel ingin terlepas dari persoalan sosial ini," ujarnya.

Kementerian LHK berkomitmen dalam mengatasi potensi konflik tenurial dengan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL). Komitmen dilakukan guna mencapai target Kementerian LHK agar biomassa berkontribusi lima persen terhadap energi terbarukan. Saat ini, kontribusi biomassa masih sekitar dua persen.

Saat pertama dicanangkan, konsep biomassa sebagai energi terbarukan sebenarnya sudah menarik 114 pengusaha untuk berkomitmen. Sayangnya, di tengah perjalanan, mereka memutuskan untuk mengubah Rencana Kerja Usaha (RK) karena salah dalam membuat perhitungan ekonomi.

“Pengusaha biomassa mengeluh karena merasa sudah merugi. Rugi yang dimaksud adalah untungnya sedikit,” ujar Hudoyo.

Hudoyo tak menampik, perkembangan biomassa sebagai energi terbarukan masih terbatas dari segi bisnis. Sebab, belum ada proyek berbasis kayu terintegrasi yang beroperasi. Pengusaha masih menginginkan model bisnis yang perlu pembuktian terlebih dahulu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement