EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat ekonomi di Jakarta menyarankan pemerintah berfokus untuk menurunkan rasio utang dan defisit fiskal pasca-Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018 di Bali.
Pengamat ekonomi, Suroto, mengatakan bahwa pekerjaan rumah pemerintah setelah Pertemuan IMF-WB rampung adalah menyelesaikan masalah moneter dan fiskal dalam negeri.
"Utang jatuh tempo tahun depan akan menekan posisi fiskal kita. Utang jatuh tempo kita tahun 2019 tercatat lebih tinggi 6,51 persen dibandingkan utang yang harus dibayar pemerintah pada tahun ini yang sekitar Rp 384 triliun," katanya di Jakarta, Selasa (16/10)
Suroto mencatat, seperempat dari total APBN berpotensi akan tersedot untuk membayar utang.
"Jadi pemerintah harus melakukan dua tugas penting. Lakukan 'rescheduling' utang sekaligus mengupayakan untuk menurunkan rasio defisit pembayaran dan perdagangan," katanya.
Ia menekankan bahwa penjadwalan pembayaran utang ini harus dilakukan.
"Pertemuan di Bali yang lalu itu tidak berarti sebuah kesuksesan apapun kalau upaya 'rescheduling' saja tidak bisa dilakukan," katanya.
Menurut dia, pemerintah harus memastikan untuk memiliki strategi yang cukup dalam menurunkan rasio utang sebab utang itu adalah alat kendali negara maju terhadap negara berkembang seperti Indonesia.
Masalah defisit neraca pembayaran dan perdagangan yang terjadi saat ini kata Suroto juga diawali dari utang.
"Kita lihat, pertumbuhan ekonomi kita selama setengah abad ternyata tidak menghasilkan cadangan pembangunan. Ini karena sejak pintu utang luar negeri ini masuk kita langsung ditekan dengan cara-cara yang merugikan kepentingan ekonomi domestik kita," kata Suroto yang juga Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis.