EKBIS.CO, TANGERANG -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut data produksi beras tak valid sejak tahun 1997. Ia menerangkan, sejak setahun yang lalu BPS telah menyampaikan kepada pemerintah terkait masalah ini.
Karena itu, pemerintah pun meminta Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan perbaikan data. "Data beras sudah disampaikan oleh BPS. Itu sudah sejak 97 itu memang tidak benar datanya. Ini kita sudah setahun yang lalu BPS menyampaikan kepada kita dan ini yang mau kita benarkan, kita betulkan. Ya sudah pakai itu," jelas Jokowi di ICE, Tangerang, Rabu (24/10).
Jokowi menegaskan, data BPS tersebut akan menjadi acuan bagi seluruh kementerian dalam mengambil setiap kebijakan. "Ya, iya dong semua pakai (data BPS), (sebelumnya) semua kementerian memakai anu (data) sendiri-sendiri," ujar dia.
Sebelumnya, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan selama tiga tahun terakhir ini, BPS tidak merilis data proyeksi produksi beras lantaran data luas lahan dari Kementerian Pertanian dinilai tak valid untuk menghitung luas panen gabah tersebut.
BPS pun melakukan perbaikan metode penghitungan proyeksi produksi beras bekerjasama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Informasi Geospasial, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
BPS menggunakan metode kerangka sampel area (KSA) untuk melakukan penghitungan luas panen gabang kering giling (GKG). Hasil penghitungan sampel area tersebut kemudian dikonversi menjadi proyeksi produksi beras secara nasional.
Pembaruan informasi luas lahan bahan baku sawah pada 2018 tersebut mencapai 7,1 juta hektare. Angka itu mengalami penurunan sekitar 635 ribu hektare. Dari hasil luas panen tersebut, produksi padi dalam bentuk GKG diperkirakan sebanyak 56,54 juta ton atau setara dengan 32,42 juta ton beras.
Sedangkan angka konsumsi beras rata-rata per provinsi pada 2017 mencapai 117,58 kg per kapita per tahun atau setara dengan total konsumsi 29,50 juta ton secara nasional. Sehingga, masih ada surplus beras sebanyak 2,85 juta ton.