EKBIS.CO, DENPASAR -- Pihak karantina China melakukan kunjungan selama tiga hari ke Denpasar, Bali. Hal itu dilakukan terkait ketertarikan China akan buah naga sekaligus persiapan penyusunan protokol masuknya buah naga ke China.
"Mitigasi risiko organisme penganggu tumbuhan harus dilakukan secara terpadu mulai dari hulu hingga ke hilir. Sehingga produk yang dihasilkan dapat terjamin kualitasnya dan bebas dari organisme penganggu tumbuhan,” kata Chang, Ketua Rombongan Otoritas Karantina Cina yang didampingi Kepala Seksi Karantina Tumbuhan Denpasar, Ikhsan Nugroho, Jumat (26/10)
Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Pertanian, buah Naga (Hylocereus sp) saat ini tumbuh merata di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Banten dan Jawa. Dengan luas area produksi 2.673 ha dan Banyuwangi merupakan area terbesarnya hampir 90% dengan total produksi 280 ton pada 2017. Bentuknya yang eksotis dengan rasanya yang manis dan khasiatnya bagi kesehatan membuat buah ini banyak diminati negara Singapura dan Timur Tengah dan kini bersiap masuk ke pasar Cina.
Otoritas Cina melakukan kunjungan ke gudang pemilik dan melihat langsung proses pemeriksaan Inline Inspection oleh karantina Denpasar. Mulai dari lahan tanaman buah naga, kemudian ke rumah kemas hingga ke laboratorium Karantina Tumbuhan.
Kunjungan otoritas karantina Cina ke lokasi ini merupakan verifikasi manajemen potensi risiko. Hal ini dilakukan untuk memverifikasi kesesuaian data teknis yang telah disampaikan oleh pihak Karantina Indonesia terkait mitigasi risiko pada jaminan kesehatan tumbuhan. Hasil dari kunjungan ini nanti akan ditindaklanjuti sebagai bahan penyusunan protokol yang menjadi ketetapan sistem operasional prosedur dalam menangani komoditas buah naga untuk ekspor ke Tiongkok.
Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian akan mengawal ketat protokol karantina tiap produk pertanian yang akan diperdagangan di pasar global. "Kunci utama menembus pasar global bagi produk pertanian adalah adaptasi, konsistensi, dan inovasi," kata Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Antarjo Dikin.
Menurut Antarjo, untuk jaminan keamanan pangan produk segar asal tumbuhan jika dibutuhkan negara tujuan ekspor, maka otoritas keamanan pangan di masing-masing provinsi dapat mengeluarkan sertifikat Jaminan Keamanan Pangan atau fit for human comsumption.
Jaminan keamanan pangan dilihat dari penggunaan bahan kimia berbahaya dalam budidaya. Hal ini dilakukan melalui uji laboratorium pangan untuk menyatakan bebas bahan kimia berbahaya atau pestisida serta harus mengikuti standard Good Agriculture Practice (GAP). Pelbagai inovasi budidaya dikembangkan direktorat teknis di lingkup Kementerian Pertanian guna menjadi mutu dan konsistensi produk unggulan ekspor pertanian.
Dari sisi aturan dagang dalam hal ini protokol karantina, sesuai tugas dan fungsinya Barantan melakukan adaptasi dengan mekanisme negosiasi. Baik pada level pertemuan bilateral maupun regional untuk selanjutnya ditetapkan bersama oleh otoritas karantina asal dan tujuan ekspor. Hal inilah yang akan digunakan sebagai dasar tindakan karantina hingga dapat dikeluarkannya surat kesehatan tumbuhan atau phytosanitary certificate (PC) sebagai persyaratan dagang ekspor produk pertanian.
“Hal yang sama juga dilakukan pada hewan dan produknya yang akan memasuki pasar ekspor. Badan Karantina Pertanian dengan fungsi sebagai trade facilitator lakukan harmonisasi protokol karantina di negara-negara tujuan ekspor. Protokol yang telah disepakati antar otoritas karantina dijadikan standar prosesur bagi tindakan karantina hingga diterbitkannya surat kesehatan hewan, health certificate (HC),” tutup Antarjo.