EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli Rasyid menjelaskan, beras medium di pasar induk sudah memasuki tahap langka sejak dua pekan silam. Untuk mengantisipasinya, ia meminta intervensi dari pemerintah berupa operasi pasar.
Pengurangan stok beras medium sudah terjadi sejak dua pekan lalu. Sampai saat ini, harganya sudah berada di atas Rp 9.000 per kilogram, namun masih aman berada di bawah batasan Harga Eceran Tertinggi (HET), yakni Rp 9.450 per kilogram. Tapi, apabila tidak segera diantisipasi dengan pengguyuran beras, Zulkifli memperkirakan, dapat menyebabkan harga naik 10 hingga 20 persen.
Selain harga naik, antisipasi pemerintah yang terlambat akan menyebabkan pelaku pasar ragu terhadap stok beras dari Badan Urusan Logistik (Bulog) sesungguhnya. "Kalau memang dari kemarin dinyatakan cukup, tapi sekarang kenyataannya berkurang dan mulai langka di lapangan," tutur Zulkifli ketika dihubungi Republika, Senin (29/10).
Zulkifli mengatakan, pemerintah harus mempertimbangkan realisasi penuh opsi impor beras untuk menjaga pasokan beras hingga tahun depan. Anjuran ini disampaikannya setelah mendapat keluhan dari para pedagang anggota koperasi PIBC yang melaporkan kesulitan dalam menyerap beras.
Zulkifli menilai, pasokan beras di pasaran berkurang karena masa panen di area sentra beras di Jawa yang sudah mulai mereda ditambah kemarau panjang di berbagai daerah. Dampaknya, panen menjadi tidak merata atau disebutnya sebagai panen gadu.
Zulkifli meminta, operasi pasar segera dilakukan. Sebab, beras medium merupakan jenis yang paling diminati warga. Sekitar 70 persen masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. "Permintaannya banyak, tapi sekarang stok sedikit. Kalau begini terus, bisa naik (harganya) dan berdampak ke masyarakat juga nantinya," ujarnya.
Sebelumnya, pihak Bulog dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, realisasi impor beras tahun ini lebih rendah dari Izin Impor yang dikeluarkan. Sementara perizinan mencantumkan permintaan 2 juta ton, realisasi baru mencapai, sekitar 1,8 juta ton. Sebanyak 1,5 juta ton di antaranya sudah berada di gudang Bulog dan sisanya dalam proses perjalanan.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, keputusan untuk mengalokasikan kuota 2 juta ton ini bukan keputusan Kemendag semata, melainkan hasil rapat koordinasi. Rapat itu diadakan oleh Kemenko Perekonomian yang mengundang Kementan, Kemendag, dan Perum Bulog. "Ini kesepakatan bersama," tuturnya.
Sementara itu, pada pekan lalu, Badan Pusat Statistik baru saja mengeluarkan data produksi padi dan luas panen. Dalam data baru itu, produksi beras sampai Desember 2018 diprediksi mencapai 56,54 juta ton gabah atau setara dengan 32,42 juta ton beras. Dengan angka konsumsi beras 29,57 juta ton per tahun, berarti ada surplus produksi beras hingga 2,85 juta ton.