EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) dan Bank Sentral Singapura atau Monetary Authority of Singapore (MAS) telah menandatangani perjanjian keuangan bilateral. Nilai perjanjian keuangan itu setara 10 miliar dolar AS.
Perjanjian tersebut memungkinkan kedua bank sentral mendapatkan akses likuiditas dalam valuta asing dari satu sama lain bila dibutuhkan. Hal itu bertujuan menjaga stabilitas moneter dan keuangan.
Perjanjian ditandatangani langsung oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dan Direktur Pelaksana MAS Ravi Menon, pada hari ini (Senin, 5/11) di Singapura. Perjanjian keuangan bilateral tersebut akan berlaku selama satu tahun dan terdiri atas dua perjanjian.
Pertama, Perjanjian swap bilateral dalam mata uang lokal. Perjanjian ini merupakan perjanjian baru yang memungkinkan pertukaran mata uang lokal di antara kedua bank sentral hingga senilai 9,5 miliar dolar Singapura atau Rp 100 triliun, jumlah tersebut setara 7 miliar dolar AS
Kedua, perjanjian repo bilateral dalam valuta asing. Perjanjian ini merupakan amandemen terhadap perjanjian yang sudah ada sebelumnya, yaitu berupa penambahan nilai repo dari sebelumnya 1 miliar dolar AS menjadi 3 miliar dolar AS.
Melalui perjanjian ini kedua bank sentral dapat memperoleh likuditas valuta asing dalam dolar AS. Dengan kolateral berupa obligasi pemerintah yang dikeluarkan oleh negara-negara utama.
Penandatanganan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, pada 11 Oktober lalu, di Bali. Kedua pemimpin negara meminta BI dan MAS untuk merumuskan perjanjian kerja sama keuangan bilateral yang dapat mendukung terbangunnya kepercayaan terhadap ekonomi kedua negara.
Perry menyatakan, inisiatif ini merefleksikan penguatan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Singapura. "Hal ini juga mengindikasikan komitmen kedua otoritas untuk menjaga stabilitas keuangan regional di tengah ketidakpastian di pasar keuangan global," katanya lewat siaran pers, Senin, (5/11).
Senada dengan itu, Ravi menambahkan, fundamental ekonomi di negara-negara kawasan masih kuat. Hanya saja di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, para pelaku di pasar keuangan terkadang bereaksi berlebihan.
"Perjanjian keuangan bilateral ini diharapkan dapat semakin meningkatkan kepercayaan para investor. Perjanjian ini juga merefleksikan hubungan yang erat antara Indonesia dan Singapura," ujar Ravi.