EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, pasar mulai memandang nilai tukar rupiah bisa bergerak lebih kuat. Hal itu kemudian mendorong adanya penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Salah satu penyebabnya itu pasar akhirnya melihat bahwa rupiah kita itu sudah under value," kata Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Rabu (7/11).
Darmin mengatakan, hal itu juga diperkuat oleh pernyataan resmi suatu bank investasi. Sehingga, ujarnya, modal asing mulai berbondong-bondong masuk ke Indonesia.
Kendati demikian, Darmin tidak bisa menjamin fenomena ini sementara atau bisa bertahan lama. Ini karena bank sentral AS The Federal Reserve masih diproyeksi menaikkan tingkat suku bunga baik tahun ini maupun tahun depan. Selain itu, isu perang dagang juga belum memberikan kepastian.
Darmin mengatakan, pemerintah akan berupaya memperkuat fundamental perekonomian guna bisa menjaga momentum penguatan rupiah ke depan. "Kita bisa menjalankan kebijakan dengan lebih baik dan membuat kebijakan baru," kata Darmin.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah pada Rabu (7/11) adalah sebesar Rp 14.764 per dolar AS. Angka itu semakin menjauhi level Rp 15 ribu sejak sepekan lalu.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, kemungkinan rupiah masih akan kembali ke level Rp 15 ribu pada 2019. Dia menjelaskan, hal itu lantaran pasar masih menunggu sikap The Fed yang diproyeksi akan menaikkan suku bunga acuannya.
Bahkan, menurut Bhima, kebijakan tersebut tak hanya akan dilakukan The Fed tapi juga bank sentral negara maju seperti Eropa dan Jepang. "Jadi pada 2019 bukan hanya The Fed tapi kemungkinan negara maju lainnya juga akan menaikkan suku bunga acuannya," kata Bhima.
Selain itu, kata Bhima, relasi AS dengan Cina masih belum menunjukkan kepastian terkait perang dagang. Meski diketahui, dalam beberapa hari terakhir Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping telah menunjukkan indikasi adanya perdamaian dalam perang dagang.
"Titik temu damai itu mulai terlihat. Tapi nanti kita tunggu dalam forum G20 apakah akan ada kesepakatan untuk mengakhiri perang dagang," kata Bhima.
Sementara, dari sisi domestik, faktor yang bisa mendorong pelemahan nilai tukar rupiah adalah masalah defisit transaksi berjalan (CAD). Bhima memproyeksikan, CAD tahun ini akan menembus level tiga persen.
"Meski begitu, tekanan ke CAD tahun depan akan berkurang karena ke depannya harga minyak diperkirakan menurun," kata Bhima.
Baca juga, Membaca Faktor Penyebab Penguatan Rupiah