EKBIS.CO, JAKARTA -- Amartha memperoleh opini tanpa modifikasian atau unmodified opinion dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis dan Rekan (Anggota Jaringan Global PricewaterhouseCoopers - PwC). Pendiri dan CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra mengatakan hal ini menunjukan bahwa laporan keuangan perusahaan telah disajikan wajar dalam hal yang material sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Ini merupakan bagian dari komitmen manajemen Amartha untuk menyajikan laporan keuangan yang handal, akuntabel serta dalam rangka mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik.
"Kami berkomitmen untuk mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan pruden. Hasil audit PwC atas laporan keuangan ini adalah salah satu upaya Amartha untuk meningkatkan kepercayaan pemegang saham dan investor atas laporan keuangan Amartha" kata Andi di Jakarta, Rabu (7/11), seperti dalam siaran persnya.
Amartha konsisten membantu para pengusaha mikro.
Head of Finance & Accounting Amartha, Ramdhan Anggakaradibrata mengatakan, Amartha adalah perusahaan financial technology (fintech) peer-to-peer (p2p) lending pertama yang telah diaudit oleh PwC. Ini merupakan awal yang baik untuk perusahaan fintech lending di Indonesia. PwC merupakan firma jasa profesional yang masuk dalam empat besar atau the big four di dunia.
“Proses audit yang sudah dilakukan oleh PwC dilakukan sesuai dengan standar audit yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia. Kami di Amartha serius untuk menjunjung integritas tinggi dan meningkatkan perlindungan dana pelanggan seperti halnya risiko penyalahgunaan dana,” kata Ramdhan.
Andi menjelaskan perkembangan Amartha saat ini sangat pesat. Jika pada 2017 Amartha telah melayani lebih dari 70 ribu pengusaha mikro. Pada Oktober 2018, Amartha berhasil melayani lebih dari 150 ribu pengusaha mikro di lebih dari 35 Kabupaten.
“Dan saat ini kami masih terus menjangkau Kabupaten-kabupaten baru pada tahun ini,” ujar Andi.
Andi menuturkan Amartha memberikan kesempatan luas bagi pengusaha mikro di pedesaan untuk mengembangkan usaha skala rumah tangga, mendapatkan akses permodalan serta memperoleh pendampingan pengelolaan keuangan. Dari sisi usia, mayoritas pengusaha berumur produktif, 30 hingga 40 tahun, dan berasal dari kelas sosial ekonomi paling bawah (bottom of the pyramid) sehingga tidak memiliki kelayakan untuk mendapatkan pinjaman dari perbankan, baik karena tidak mempunyai jaminan, tidak memiliki surat-surat izin usaha resmi, riwayat kredit serta persyaratan administratif perbankan lainnya.
"Padahal mereka punya semangat yang sangat luar biasa untuk membangun usaha,” ucapnya.
Sejak 2010 terutama ketika bertransformasi menjadi Fintech di tahun 2016, Amartha terus berkomitmen untuk menghubungkan perempuan tangguh pedesaan ini dengan pendana perkotaan. Harapannya, dengan hasil audit ini masyarakat luas semakin yakin untuk menanamkan dana mereka kepada sektor ekonomi informal, terutama dengan memanfaatkan teknologi fintech seperti Amartha.