Jumat 09 Nov 2018 13:05 WIB

Dirut KS: Baja Berharga Murah Bisa Jadi karena Curang

Harga baja impor maupun lokal sama karena memakai acuan internasional

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
PT Krakatau Steel
PT Krakatau Steel

EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Utama PT Krakatau Steel, Tbk (KS) Silmy Karim mengatakan sebenarnya persoalan industri baja saat ini adalah bersaing dengan oknum industri baja yang menjual produk baja dengan harga murah. Padahal, kata dia harga baja itu diatur dalam acuan harga internasional.

Silmy mengatakan tak jarang para oknum penjual baja bisa membandrol harga lebih murah dibandingkan harga internasional karena mereka mengakali dengan melebeli kandungan baja stainless steel di bea cukai. Akibatnya, harga yang didapat bisa lebih murah karena tak dikenakan banderol cukai.

"Kalau murah tapi ga fair caranya ya ga adil, kan ada harga acuan dunia kenapa bisa murah. Karena ngaku baja staineless, dia masukkan satu unsur syarat stainless padahal cuma 0,0 sekian," ujar Silmy di Kantor SKK Migas, Jumat (9/11).

Ia bilang sebenarnya harga baja baik impor maupun produk lokal itu sama saja, karena memakai acuan internasional. Namun, jika melihat kacamata industri dalam negeri tentu penggunaan baja dalam negeri melihat multiplier effect dari jual beli tersebut.

"Tidak beda karena pakai standar harga baja dunia. Cuman yang nakal itu bermain di bea dan rebate. Bisa murah 20-30 persen tapi caranya curang. Bahan baku ini kan sama pipa itu. Baja coil terus dibentuk kan pipa. Bahan baku baja. Kalau masih produksi dari Jepang dan Korea bisa bersaing karena tidak ada yang melakukan pengalihan HS number untuk mendapatkan manfaat2 yang harusnya mereka tidak dapat," papar Silmy.

Ia berharap dengan adanya kerjasama industri dan pemerintah maka industri dalam negeri bisa bersaing dengan fair. Harapannya dengan persaingan yang fair ini maka industri juga bisa tumbuh kedepan.

"Bersaing secara fair. Buat industry baja bisa fair. Baja itu mother of industry. Daya saing suatu negara, pertumbuhan yang sustain itu industri," ujar Silmy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement