EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi 2018 di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada hari ini, Jumat (16/11). Paket kebijakan ekonomi ini akan melengkapi 16 paket kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan sebelumnya.
Menko bidang Perekonomian Darmin Nasution bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Gubernur BI Perry Warjiyo, dan Wakil Ketua OJK Nurhaida, menyampaikan keterangan mengenai paket kebijakan ekonomi tersebut.
Baca juga:
IAEI Dorong Diterbitkannya Paket Kebijakan Ekonomi Syariah
BKPM: Insentif Tax Holiday tidak Nendang
Sebelumnya Menko Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah tengah mempersiapkan untuk kembali mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XVII. Namun Darmin belum mau mengungkapkan inti isi paket kebijakan ekonomi tersebut.
Terakhir pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI pada Agustus 2017. Pemerintah ingin terus mendorong kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang efisien.
Paket Kebijakan Ekonomi XVI tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha diumumkan Gedung Bursa Efek Indonesia di kawasan SCBD, Jakarta. Paket kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Presiden tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan standar pelayanan perizinan berusaha yang efisien, mudah dan terintegrasi tanpa mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik.
Melalui kebijakan ini, pemerintah ingin mempercepat proses penerbitan perizinan berusaha sesuai dengan standar pelayanan, memberikan kepastian waktu dan biaya dalam peroses perizinan, serta meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda).
"Selain itu kebijakan ini bertujuan menyelesaikan hambatan dalam proses pelaksanaan serta memanfaatkan teknologi informasi melalui penerapan sistem perizinan terintegrasi (single submission)," kata Menko Darmin Nasution.
Tujuan yang ingin dicapai ini, lanjut dia, dilatarbelakangi kondisi pelayanan saat ini yang belum optimal. Misalnya saja, perizinan masih bersifat parsial dan tidak terintegrasi, sekuensial (berurutan), belum seluruhnya menggunakan teknologi informasi, waktu penyelesaian dan biaya perizinan yang tidak jelas, serta paradigma di tubuh birokrasi sendiri sebagai pemberi izin dan belum bersifat melayani.