EKBIS.CO, BANDUNG -- PT Bio Farma, menyampaikan apresiasi kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Dirjen Kerja sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Sebab dari sisi industri akan banyak kendala ketika tidak dibantu dari sisi regulasi dan diplomasi, sehingga perlu kolaborasi.
"Jadi pertemuan NMRA ini memang merupakan terobosan yang sangat luar biasa," ujar Direktur Utama Bio Farma M Rahman Roestan, pada saat press conference menjelang acara "The 1st Meeting of the Heads of National Medicines Regulatory Authorities (NMRAs) from the Organization of Islamic Cooperation Member States" yang akan dihadiri oleh 32 negara, Selasa (20/11).
Rahman berharap, dari sisi industri setelah vaksin akan ada lagi produk–produk lainnya terutama pengobatan herbal. "Nanti juga mungkin bisa mengajak teman- teman BUMN lain, seperti Kimia Farma, Indofarma, Phapros yang potensinya juga luar biasa," kata Rahman.
Rahman mengatakan, mungkin nanti ke depan dari kerja sama bukan hanya BPOM dan Kemenlu tetapi mungkin nanti juga kementerian BUMN untuk sama–sama mengibarkan merah putih dikancah global.
Pada pertemuan NMRAs tersebut, Bio Farma dipercaya untuk berbagi mengenai proses Pre-Qualification (PQ) WHO yaitu persyaratan pemenuhan standar mutu, keamanan dan keampuhan produk untuk penggunaan secara internasional.
Rahman menekankan, vaksin Indonesia yang sudah didistribusikan saat ini di 141 negara. Jadi Bio Farma sebagai BUMN memiliki kewajiban untuk memproduksi vaksin imunisasi dasar setelah memenuhi kebutuhan imunisasi di dalam negeri.
"Kami mempunyai kesempatan untuk bisa membantu negara- negara lain yang tidak memiliki pabrik vaksin," katanya.
Rahman menggambarkan di dunia ini ada sekitar 100 industri vaksin sejenis tetapi yang sudah diakui kesehatan dunia, yaitu kurang dari 30 industri. Pengakuan badan kesehatan dunia, bukan hanya pada industrinya tapi yang penting adalah fungsi dari pengawasannya.
"Yang dikatakan WHO PQ bukan Bio Farma tetapi Indonesia. Artinya, tanpa pengawasan yang diakui badan kesehatan dunia," katanya.
Di negara OKI sendiri, kata dia, dari sekitar 57 negara anggota hanya ada tujuh negara yang memiliki pabrik vaksin dan hanya ada dua pabrik yang diakui Badan Kesehatan Dunia. "Tapi satu pabrik di Senegal itu hanya memproduksi satu vaksin saja. Yellow fever vaksin untuk kebutuhan Afrika Barat, Afrika Tengah," katanya.
Sedangkan Indonesia, kata dia, sudah memproduksi lebih dari 10 ada sekitar 12 vaksin untuk imunisasi dasar yang dibutuhkan diseluruh dunia. Ini merupakan kepercayaan dari negara-negara OKI. Bahkan, Indonesia sudah dipercayai sebagai OIC Center of Excellence untuk vaksin dan bioteknologi produk.
Artinya, kata dia, dengan kepercayaan global ini amanah yang diberikan kepada Indonesia sudah seharusnya Indonesia menunjukan bahwa bangsa ini kapabilitasnya mampu bukan hanya dari sisi training dibidang produksi, tetapi juga yang paling penting fungsi pengawasannya.
Bio Farma, kata dia, sangat menyambut baik ketika diminta oleh negara Islam dari Saudi Arabia sudah untuk mentransfer teknologi. Kemudian, dari Maroko sudah dijajaki dari Tunisia juga sedang dijajaki. Mereka pun, harus simultan antara transfer teknologi produksi dengan aspek regulasi.
"Artinya penguatan Badan POM di negara-negara Islam ini juga suatu kunci untuk bisa mengibarkan merah putih dikancah global," kata Rahman.
Pertemuan NMRAs diselenggarakan oleh BPOM pada tanggal 21-22 November, bertempat di Fairmont Hotel dan rencananya akan dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo.