EKBIS.CO, JAKARTA -- Peternak ayam petelur menyambut baik langkah pemerintah meminjam jagung dari feedmill (perusahaan pakan ternak besar) untuk memenuhi kebutuhan jagung pakan peternak ayam layer mandiri. Peternak merasa terbantu dengan upaya jangka pendek pemerintah ini.
Peternak Ayam Petelur di Bandung, Jawa Barat, Awan Sastrawijaya mengatakan kebijakan yang dibuat Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) ini setidaknya dapat mengupayakan pasokan jagung pakan.
"Terus terang Saya memuji, khususnya ke Ditjen PKH, Pak Dirjen Pak Ketut dan jajarannya. Betul-betul luar biasa untuk peternak dalam mengadakan jagung," ujar Awan, Rabu (21/11).
Padahal, ujar pengurus Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Petelur Nasional (PPN) ini, upaya pengadaan jagung pakan peternak ayam bukanlah tugas pokok dan fungi Ditjen PKH. Namun, Ditjen PKH tetap ikut membantu mencari jagung dan mencari pinjaman jagung.
Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementan Sugiono menjelaskan, langkah meminjam jagung pakan dari feedmill diambil sambil menunggu impor jagung sebesar 100 ribu ton. Apabila jagung impor sudah tiba, Kementan akan mengembalikan pinjaman itu.
"Jagung pinjaman ini tidak disalurkan ke seluruh lapisan peternak. Hanya untuk peternak kecil dan mandiri", ujar Sugiono. Pemerintah mengambil keputusan ini, sebagai upaya penyelamatan peternak ayam mandiri serta menjaga stabilitas harga ayam dan telur.
Sebelumnya, Ketua Presidium Forum Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi mengatakan apabila tidak segera diantisipasi, kenaikan harga jagung bisa berdampak pada harga telur di pasaran pada bulan depan. "Sebab, biaya jagung berkontribusi 50 persen dari total biaya produksi pakan", kata dia.
Ki Musbar juga berharap agar jagung impor sebaiknya datang paling telat akhir tahun. Pertimbangannya, apabila tiba di Indonesia pada awal tahun 2019, jagung impor itu bisa tidak dapat terserap oleh peternak mandiri. "Karena bersamaan dengan panen raya, di mana harga jagung di petani lebih murah," ucapnya khawatir.
Mengenai keputusan pemerintah yang akhirnya mengeluarkan izin impor jagung, Dekan Fakultas Pertanian IPB Suwardi memiliki pandangan sendiri. Menurutnya, dari segi jumlah produksi untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri, produksi lokal mungkin saja sudah mencukupi. Tetapi jumlah saja tidak cukup karena masih ada faktor lain. "Bisa saja, produksi jagung itu belum sesuai jadwal untuk keperluan industri," ujar dia.
Dengan faktor seperti itu, Suwardi mengatakan, kebijakan impor jagung dapat dikategorikan sebagai kebutuhan khusus. Apalagi, jika ditambah dengan kendala distribusi yang memerlukan waktu sehingga membuat harga produksi lebih mahal dari impor. "Jadi impor untuk tujuan tertentu kadang-kadang diperlukan agar industri bisa tetap berjalan baik," kata dia.