EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, kesepakatan Amerika Serikat dan Cina untuk meredakan tensi perang dagang dapat berdampak positif bagi Indonesia. Dampak tersebut akan dirasakan baik dari sisi perdagangan maupun pasar keuangan.
Di sektor perdagangan, kata Piter, Indonesia memiliki peran sebagai bagian dari rantai pasokan produk-produk Cina dan AS. Dua negara itu juga merupakan tujuan ekspor utama Indonesia.
"Dengan penundaan ini setidaknya ekspor Indonesia ke dua negara tidak lebih buruk dari saat ini," kata Piter ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (2/12).
Selain itu, sentimen positif juga akan terus membantu rupiah yang sedang dalam tren menguat. Piter menilai, perang dagang yang mereda dan keputusan Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk menahan suku bunga akan mendorong aliran modal asing masuk ke Indonesia.
"Setidaknya kita bisa meyakini tidak ada gejolak global yang akan menekan rupiah sampai akhir tahun ini," kata Piter.
Baca juga, Mengapa Rupiah Begitu Perkasa?
Dia mengatakan, penguatan rupiah bisa terus berlangsung meski kecil kemungkinan untuk bisa menembus level Rp 13 ribuan per dolar AS. Apabila rupiah bisa mencapai level itu, dia meyakini hal itu tidak berlangsung lama dan rupiah akan kembali ke posisi di atas Rp 14 ribu per dolar AS.
Ke depannya, Piter meminta pemerintah dan bank sentral untuk memanfaatkan sentimen positif dari eksternal tersebut. Pemerintah juga diminta untuk tidak membuat langkah kebijakan ceroboh yang justru membuat sentimen negatif pada pasar.
"Jangan membuat kebijakan yang bikin gaduh seperti relaksasi DNI (Daftar Negatif Investasi) kemarin," kata Piter.
Sebelumnya diberitakan, Cina dan Amerika Serikat bersepakat untuk meredam tensi perang dagang. Hal itu dicapai usai Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping bertemu di sela-sela pertemuan pemimpin negara G20 di Buenos Aires, Argentina.