EKBIS.CO, PADANG -- Jumlah desa atau nagari tertinggal di Sumatra Barat menyusut menjadi 28 unit pada 2018. Ini jauh berkurang ketimbang jumlahnya pada 2014 lalu sebanyak 56 nagari tertinggal.
Di sisi lain, jumlah nagari mandiri juga bertambah menjadi 181 unit. Naik dibanding jumlah nagari mandiri pada 2014 sebanyak 85 unit.
Sementara nagari berkembang pada 2018 ini tercatat sebanyak 677 unit atau 76,41 persen dari total nagari di Sumatra Barat. Angka ini menyusut dibanding jumlah nagari berkembang pada 2014 lalu sebanyak 745 unit.
Perlu dicatat bahwa ada penambahan sebanyak 96 nagari sepanjang 2014-2018 ini, sehingga membuat perbandingan antara survei tahun ini memiliki bobot berbeda dengan tahun 2014 lalu.
"Ini semua terjadi karena memang sekarang banyak dana yang digelontorkan ke desa atau nagari dan berdampak positif terhadap pembangunan desa di Sumbar," kata Kepala BPS Sumbar Sukardi, Senin (10/12).
Sukardi menjelaskan, penilaian kemandirian sebuah desa bisa dilihat dari skor Indeks Pembangunan Desa (IPD). Hal ini dikalkulasikan dari sejumlah hal, yakni pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi, pelayanan umum, hingga kondisi pemerintah desa.
Untuk dimensi pelayanan dasar, Sumatra Barat mengalami penurunan skor dari 69,36 pada 2014 menjadi 68,26, menurun 1,1 poin. Alasannya, kemudahan akses ke fasilitas kesehatan polindes menurun 8,33 persen, akses bidan menurun 4,55 persen, dan akses dokter yang juga menurun 3,72 persen. Secara garis besar, akses terhadap fasilitas kesehatan di Sumatra Barat justru menurun.
Sementara itu, kondisi infrastruktur di Sumatra Barat justru naik dari 46,51 pada 2014 menjadi 54,36 pada 2018. Faktor pendorongnya adalah akses masyarakat terhadap bahan bakar yang lebih mudah.
Pada 2018, jumlah desa atau nagari yang memiliki agen elpiji naik 47 persen dibanding 2018. Penggunaan jamban di nagari juga naik 38 persen dibanding 2014, dan nagari dengan infrastruktur penerangan jalan naik 25 persen dibanding 2014.
Dari segi transportasi, skor Sumbar naik dari 77,7 di 2014 mnjadi 82,88 di 2018. Indikatornya, waktu tempuh dari kantor desa ke kantor camat yang lebih pendek. Bila dulu jarak antara kantor nagari menuju kantor camat di Sumatra Barat rata-rata 1 jam 12 menit, kini jarak tersebut bisa ditempuh dengan 23 menit saja.
"Aspal desa dan kualitas jalanan juga meningkat 19 persen dibanding 2014," kata Sukardi.
Selain ketiga dimensi di atas, dua dimensi lain yakni pelayanan umum dan penyelenggaraan pemerintah desa juga mengalami peningkatan.