Kamis 13 Dec 2018 05:15 WIB

Pembangunan SDM Jadi Fokus Pemerintah Tahun Depan

Program vokasi telah berjalan tapi perkembangannya masih lambat.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Friska Yolanda
Komisioner ISEI Destry Damayanti menyampaikan pentingnya pembangunan SDM pada 2019 dalam acara Evaluasi Ekonomi 2018 dan Outlook 2019 di KAHMI Center, Rabu (12/12).
Foto: Republika/Melisa Riska Putri
Komisioner ISEI Destry Damayanti menyampaikan pentingnya pembangunan SDM pada 2019 dalam acara Evaluasi Ekonomi 2018 dan Outlook 2019 di KAHMI Center, Rabu (12/12).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) harus menjadi fokus pemerintah tahun depan. Hal ini perlu untuk meningkatkan daya saing di tingkat global.

Pengurus Pusat (ISEI) Destry Damayanti mengatakan, di sektor strategis seperti pertanian, perikanan, pariwisata masih didominasi oleh tenaga kerja yang level skillnya relatif rendah. Namun, peningkatan SDM yang dilakukan bukan hanya dari sisi pendidikan tetapi juga skill.

"Program vokasi sudah ada tapi agak lambat perkembangannya," katanya dalam acara Evaluasi Ekonomi 2018 dan Outlook 2019 bertema Moving to Higher Gear: Shifting From Infrastructure to Human Capital and Innovation di KAHMI Center, Rabu (12/12).

Ia melanjutkan, pengangguran yang besar justru dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Untuk itu, pemerintah harus mampu memetakan antara suplai dan permintaan di dunia kerja.

"Ini harus link and match," ujarnya.

Ia berharap pemerintah bisa melihat keunggulan ekonomi Indonesia ke depan termasuk industri pariwsiata. Setelah itu, menerapkan kurikulum vokasi yang tepat agar mampu menghasilkan SDM yang kompeten dan memiliki skill. Dalam mewujudkan program vokasi yang baik diperlukan peran bersama antara pemerintah dan swasta.

Ia menambahkan, saat ini pemerintah berupaya meningkatkan sektor industri di tengah terjadinya deindustrialisasi. Padahal sektor manufaktur adalah sektor yang bisa menyerap tenaga kerja cukup besar setelah agrikultur dan perdagangan.

Manufaktur juga memberikan nilai tambah dan kontribusi ke ekonomi paling besar sehingga sangat strategis. Dengan era digital, dampaknya ke sektor industri tentu akan sangat besar. 

Senada dengan Destry, Ekonom Syarkawi Rauf menyoroti pentingnya pembangunan SDM. Dengan skill yang baik, inovasi akan mampu bermunculan dan menjadi hal positif bagi perekonomian Indonesia, seperti yang selama ini dialami Amerika Serikat (AS). Negara adidaya itu mampu memiliki perekonimian kuat dengan adanya inovasi Android dan IOS.

Sayangnya, inovasi tersebut masih cukup rendah di Indonesia. Hal ini terlihat dari sedikitnya masyarakat yang mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).

"Kalau orang yang daftar ke HaKI kurang, itu artinya kita tidak spending banyak untuj melakukan riset dan pengembangan," katanya. Masyarakat Indonesia merasa nyaman dan enggan berinovasi karena kurangnya rasa kompetitif. 

Terkait riset dan pengembangan di Indonesia, diakui Syarkawi yang pernah menjabat sebagai Ketua KPPU itu masih sangat rendah.

"Dibandingkan Cina kalah," kata dia.

Cina mengalokasikan 2,07 persen dari GDP-nya untuk riset and development, AS sebesar 2,79 persen dari GDP, Jepang dan Korea Selatan masing-masing 3,28 persen dan 4,32 persen dari GDP. Malaysia, yang menjadi tetangga terdekat mengalokasikan sedikitnya 1,3 persen dari GDPnya sementara Indonesia masih nol koma.

Menurutnya, bukan hanya pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal ini tapi juga swasta. Sektor swasta harus diberikan insentif untuk mau spending pada riset dan pengembangan di tanah air sekaligus membangun linkage antara dunia pendidikan dan dunia kerja.

"Sehingga shifting dari tangible ke intangible bisa berjalan dengan baik," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement