EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Republik Indonesia Rini Soemarno menegaskan bahwa utang BUMN hanya berkisar Rp 2.000 triliun, bukan Rp 5.000 triliun.
"Begini ya, kemarin ada yang bicara mengenai jumlah (utang) Rp 5.000 triliun, ini mungkin yang perlu saya ingin tekankan supaya sadar bahwa utang korporasi BUMN itu Rp 1.980 triliun. Jadi hampir Rp 2.000 triliun, bukan Rp 5.000 triliun," tutur Menteri Rini di Jakarta, Kamis malam (13/12).
Dia menjelaskan bahwa jumlah Rp 5.000 triliun itu menghitung aktivitas perbankan, dan merupakan sektor yang berbeda, bukan korporasi BUMN yang melakukan pembangunan jalan tol dan lain-lain.
"Nah untuk perbankan sendiri, aset dan liabilitas atau dana pihak ketiganya Rp 3.000 triliun, jadi ini supaya dipisahkan," kata Menteri BUMN tersebut.
Kedua, menurutnya, selama BUMN ini korporasi yang berhutang demi kepentingan pembangunan, jadi untuk sesuatu yang produktif dan nanti pengembaliannya harus tidak ada masalah.
"Saya menekankan terus, BUMN harus betul-betul responsible atau bertanggungjawab terhadap utang, karena BUMN itu tanggung jawabnya bayar karyawan, harus memberikan dividen, bayar pajak, membayar pendapatan negara bukan pajak (PNPB)," ujar Menteri Rini
Dia juga menyebut bahwa BUMN menyumbang hampir Rp 380 triliun, dari dividen, pajak, PNBP, ke dalam APBN tahun 2018. "Jadi untuk ke negara saja, untuk APBN tahun 2018 ini, BUMN dari dividen, pajak, PNBP, itu kita hampir Rp 380 triliun masuk ke APBN. Ini besar," kata Menteri Rini.
"Kita ada utang tapi tanggung jawab kita tetap dilakukan. Justru dengan utang itu, kita bisa mengembangkan usaha dan keuntungan kita juga jadi bertambah," ujarnya.
Sebelumnya pada Selasa (4/12), Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan bahwa utang riil total 143 perusahaan plat merah hingga kuartal III 2018 sekitar Rp 2.000 triliun.
Angka tersebut disampaikan Aloysius dalam menanggapi berbagai pemberitaan yang menyebut utang BUMN menembus sekitar Rp 5.000 triliun. "Orang menilai-nilai Rp 5.271 triliun itu semua utang, padahal angka tersebut masih mengikutsertakan dana pihak ketiga (DPK), cadangan premi, dan utang lain yang sifatnya talangan," kata Aloysius saat menyampaikan neraca keuangan BUMN per September 2018.