EKBIS.CO, JAKARTA -- Likuiditas bank syariah tahun depan diperkirakan mengetat. Hal itu salah satunya karena ada sebagian dana haji yang akan disebar ke luar dari bank syariah pada 2019, mengikuti amanat Undang Undang Badan Penyelenggara Kegiatan Haji (BPKH).
"Maka tentu saja strategi merebut pangsa pasar konvensional seharusnya lebih agresif," ujar Pengamat Ekonomi Syariah sekaligus Rektor STIE Tazkia Murniati Mukhlisin kepada Republika.co.id, Ahad, (16/12).
Ia menyebutkan, strategi pertama yakni niat para industri harus diluruskan, yaitu menjadikan pengumpulan dana dari masyarakat dan pebisnis untuk membantu mereka supaya dananya dikelola lebih baik serta mendatangkan kebaikan dan keberkahan. "Terkadang kita lupa strategi itu. Kita tidak libatkan Allah di strategi usaha kita. Yang kita fokus adalah di pencapaian IKU (Indeks Kinerja Utama)," tuturnya.
Strategi kedua, kata dia, pelaku UMKM di Indonesia yang berjumlah hampir 60 juta dan menyumbang 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) perlu digarap. Pasalnya mereka ada di sekeliling bank syariah yang perlakuan manajemennya lebih fleksibel dibandingkan perusahaan besar dan asing, sehingga menggandengnya bisa lebih mudah.
Apalagi menurutnya, pemerintah berusaha untuk membantu UMKM dengan menonjolkan 16 subsektor ekonomi kreatif. Artinya, para bank syariah dapat mengambil peran untuk mendukung 16 subsektor ekonomi kreatif berbasis syariah.
"Ketiga, untuk meningkatkan konstribusi UMKM yang bermain di 16 subsektor ekonomi kreatif syariah diperlukan modal dan strategi pemasaran. Dengan bergandeng tangan dengan fintech syariah melalui mekanisme crowdfunding, dengan begitu likuiditas bank syariah dapat diatasi insya Allah," tutur Murniati.
Peneliti Ekonomi Syariah SEBI School of Islamic Economics Aziz Setiawan menambahkan, untuk menghadapi tantangan likuiditas yang berpotensi lebih ketat tahun depan. Secara umum bank syariah harus menyusun Rencana Bisnis Bank (RBB) secara lebih kokoh. Bank syariah dinilai harus tetap menjaga pertumbuhan pendanaanya seiring ekspansi pembiayaannya.
"Tentu untuk itu bank syariah harus menyiapkan kemampuannya untuk membayar kenaikan biaya dananya agar nasabah dan deposan tidak menarik dananya. Jadi ada tuntutan untuk bisa memberikan imbal hasil yang lebih tinggi," tuturnya pada Ahad (16/12).
Kapasitas ini, kata dia, tentu hanya bisa dipenuhi jika bank syariah mampu menjaga kualitas asset dan kualitas pembiayaannya sehingga tetap sehat dan menguntungkan. "Jadi bank syariah perlu maintenance agar NPF dan pembiayaan bermasalahnya tetap rendah," jelasnya.
Kalau itu dapat ditempuh, maka kecenderungan ekspektasi kenaikan imbal hasil dari nasabah dan deposan dapat dijaga. Dengan begitu menurutnya, tidak terjadi migrasi signifikan dan jika imbal hasil ang ditawarkan bisa lebih baik maka tetap ada potensi pertumbuhan pendanaan.