EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, kinerja penerimaan pajak yang relatif baik pada 2018 turut mendukung kinerja APBN. Seperti diketahui, APBN 2018 berhasil mencatat defisit sebesar 1,72 persen atau di bawah target 2,19 persen terhadap PDB. Penerimaan negara secara keseluruhan yang terdiri atas pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berhasil menembus target 100 persen.
"Pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2018 cukup bagus dan stabil di kisaran 15 hingga 16 persen, jauh di atas pertumbuhan 2017," kata Yustinus ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (1/1).
Yustinus menilai, target pajak tahun ini dipatok lebih realistis. Selain itu, kinerja perpajakan 2018 juga didukung oleh kenaikan harga komoditas seperti minyak bumi dan batu bara. Yustinus mengatakan, dari pertumbuhan per jenis pajak juga terlihat peningkatan kepatuhan setelah amnesti.
"Dengan kata lain, para wajib pajak peserta amnesti memilih untuk tetap patuh. Hal ini juga menjadi tantangan ekstensifikasi yang lebih baik karena pada dasarnya masyarakat dapat merespons kebijakan dengan baik sepanjang mereka nilai menguntungkan," kata dia.
Yustinus juga menyoroti kebijakan pajak 2018 yang berkaitan dengan kelompok Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan dikeluarkannya PP nomor 23 tahun 2018, tarif PPh Final bagi pelaku UMKM menjadi 0,5 persen.
"Dengan turunnya tarif, maka diharapkan ada peningkatan kesadaran membayar pajak secara sukarela," kata dia.
Meski secara umum menunjukkan kinerja positif, Yustinus memberikan catatan terkait kemajuan revisi undang-undang Perpajakan. Pembahasan yang tersendat, menurut Yustinus dapat berpengaruh pada realisasi janji penurunan tarif pajak yang ditunggu kalangan usaha.
Selain itu, dia juga menyarankan Ditjen Pajak untuk mempercepat perbaikan sistem administasi berbasis teknologi informasi. Hal itu guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan perpajakan.