EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian memproyeksi nilai investasi yang akan masuk di industri kimia, farmasi, dan tekstil (IKFT) sebesar Rp 130 triliun pada 2019. Dari penanaman modal tersebut, diyakini dapat memperdalam struktur sektor manufaktur di Indonesia sekaligus mensubstitusi produk impor.
“Di tahun politik ini, sejumlah investor jangka panjang masih tetap jalan. Kami berharap investasi itu turut mendongkrak pertumbuhan industri nasional,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono dalam siaran pers, Ahad (6/1).
Menurut Sigit, dari sektor IKFT, investasi di industri kimia diperkirakan paling besar nilainya karena tergolong padat modal dan membutuhkan teknologi tinggi. Selain itu, industri kimia dinilai berperan strategis sebagai sektor hulu lantaran produksinya dibutuhkan sebagai bahan baku oleh industri lain.
“Sudah ada beberapa investor yang tertarik untuk ekspansi di industri hulu kimia. Misalnya dari Korea Selatan, yang hingga saat ini masih dalam tahap pembicaraan,” kata Sigit.
Sigit menambahkan, beberapa waktu lalu, perusahaan asal Korea Selatan yakni PT Lotte Chemical Indonesia telah merealisasikan pembangunan industri petrokimia untuk memproduksi naphtha cracker di Cilegon, Banten. Investasi tersebut merupakan komitmen perusahaan yang menggelontorkan dananya sebesar 3,5 miliar dolar AS untuk menghasilkan naphtha cracker sebanyak 2 juta ton per tahun. Selain itu, PT Chandra Asri Petrochemical juga telah menyuntik dana hingga 5,4 miliar dolar AS, yang di antaranya guna memproduksi naphtha cracker mencapai 2,5 juta ton per tahun.
“Kami bertekad mendorong percepatan pembangunan kompleks petrokimia tersebut, sehingga akan mendukung pengurangan impor produk petrokimia minimal 50 persen. Kami juga berharap agar proyek ini lebih mengutamakan penggunaan komponen lokal dan melibatkan tenaga kerja dari dalam negeri,” ujar Sigit.
Dalam upaya memasok tenaga kerja yang kompeten, Kemenperin akan memfasilitasi pembanguan Politeknik Industri Petrokimia di Cilegon pada 2019. Melalui program pelatihan dan pendidikan vokasi ini, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan operator atau tenaga kerja lainnya untuk industri petrokimia.
“Pemerintah juga tengah berupaya memfasilitasi untuk pemberian tax holiday,” ujar Sigit.
Di samping itu, Sigit optimistis, pertumbuhan industri farmasi di Indonesia mampu menembus level 7-10 persen pada 2019. Selain dipacu peningkatan investasi, kinerja positif industri farmasi terkatrol dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Program itu masih menjadi magnet bagi investor untuk menanamkan modalnya, karena meningkatkan demand,” kata Sigit.
Kemudian, Sigit menyebutkan, sudah ada investor Korea Selatan yang menyatakan minatnya untuk membangun industri tekstil di Indonesia. Sigit mengatakan, ketertarikan investor asing di sektor tesktil masih cukup tinggi. Selain investor dari Negeri Ginseng, investor Cina juga siap menanam modalnya sebesar Rp 10 triliun untuk masuk ke industri tekstil yang tergolong sektor padat karya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, Indonesia masih menjadi negara tujuan utama investasi khususnya di sektor industri manufaktur. Pada era pemerintahan Presiden Jokowi, di klaster Cilegon sudah ada tambahan investasi di sektor industri baja dan kimia.
"Jadi, dari segi mother of industry, kita semakin kuat,” ujar Airlangga.
Kemenperin mencatat hingga Desember 2018, investasi industri nonmigas diperkirakan mencapai Rp 226,18 triliun. Airlangga mengatakan, populasi industri besar dan sedang bertambah sebesar 6 ribu unit usaha. Sedangkan industri kecil mengalami penambahan jumlah industri yang mendapatkan izin sebanyak 10 ribu unit usaha.
Dari capaian tersebut, total tenaga kerja di sektor industri yang telah terserap sebanyak 18,25 juta orang. Jumlah tersebut naik 17,4 persen dibanding tahun 2015 di angka 15,54 juta orang.
Seiring upaya menggenjot investasi, Kemenperin mengakselerasi pembangunan kawasan industri di luar Jawa dengan tujuan dapat mendorong pemerataan infrastruktur dan ekonomi di seluruh Indonesia. Pada 2019, ditargetkan 18 kawasan industri di luar Jawa selesai pembangunannya. Hingga November 2018, sebanyak 10 kawasan industri yang termasuk proyek strategis nasional (PSN) sudah beroperasi.