EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian fokus melanjutkan program swasembada perbenihan, terutama bawang merah dan bawang putih. Swasembada benih bawang merah sudah dicanangkan sejak 2016 hingga kini. Sementara itu program benih bawang putih yang dirintis mulai 2018 bertujuan untuk mencapai swasembada benih bawang putih pada 2021.
Kegiatan swasembada benih yang dilakukan pemerintah tersebut membuktikan adanya permintaan pasar yang tinggi dari kedua komoditas tersebut. Seperti yang diketahui, kedua komoditas ini berfungsi sebagai penyedap masakan serta obat tradisional. Di sisi lain merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi positif untuk perkembangan ekonomi wilayah.
"Permintaan pasar meningkat dari tahun ke tahun. Ini menimbulkan permintaan benih selain ketersediaan benih di lapangan juga tinggi. Kondisi ini membuktikan bahwa usaha perbenihan di Indonesia masih terbuka lebar,” kata Direktur Perbenihan Hortikultura Sukarman.
Program usaha perbenihan yang dimaksud mulai di tingkat produksi (produsen) hingga ke distribusi (pengedar) ke konsumen.
Kepala Subdit Produksi dan Kelembagaan Benih, Purnomo Nugroho menuturkan, kegiatan usaha perbenihan tidak boleh dilakukan sembarangan. Hal yang perlu dipahami adalah tetap memperhatikan kaidah-kaidah usaha perbenihan yang telah ditetapkan pemerintah.
“Agar nantinya benih yang tersedia di masyarakat dapat dipastikan kebenaran varietasnya, tepat jenis, tepat mutu, tepat harga dan lokasi (agroklimat),” ujar Purnomo.
Permentan No 25/Kpts/SR 130/6/2013 tentang sertifikasi produsen dan pengedar benih hortikultura, mengatur tentang tata cara sertifikasi produsen benih, dan pengedar benih. Perlunya produsen dan pengedar disertifikasi yakni untuk membuktikan kompetensi teknis dan administrasinya dalam melakukan kegiatan pemuliaan, perbanyakan hingga perdagangan benih.
Permentan tersebut menyebutkan produsen dapat dikategorikan menjadi empat level, yakni pemula, terampil, mahir dan handal. Hal tersebut menunjukkan betapa kegiatan produksi benih memerlukan pengalaman teknis yang mumpuni. Hal tersebut dapat diasah dari waktu ke waktu didampingi oleh tim teknis Pengawas Benih Tanaman dari UPTD BPSB setempat. Sedangkan, pengedar benih perlu memiliki sertifikasi kompetensi sebagai pengedar, agar benih yang diedarkan dapat dipertanggung jawabkan (bukan benih kadaluwarsa), memahami peraturan perbenihan sehingga benih yang sampai ke masyarakat merupakan benih bernas dan bersertifikasi. Sertifikasi kompetensi sebagai produsen dan pengedar tersebut nantinya dapat ditinjau ulang setiap dua tahun sekali .
"Usaha bidang perbenihan masih terbuka lebar apalagi kegiatan tersebut biasanya menyerap tenaga kerja yang banyak, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Hanya saja memang perlu kompetensi dalam menjalankannya. Namun, tidak perlu berkecil hati, apabila ingin mendalami usaha perbenihan, kami sebagai PBT siap membimbing ,” tutur Pengawas Benih Tanaman (PBT) di BPSB Provinsi Jawa Timur, Purwoko.