EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpandangan pernyataan Dana Moneter Internasional (IMF) agar pemerintahan negara-negara di dunia bisa mengurangi utang demi menghindari risiko penurunan ekonomi global tidak relevan dengan kondisi Indonesia.
Sri Mulyani mengatakan pernyataan IMF tersebut ditujukan untuk sejumlah negara yang memiliki rasio utang yang tinggi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan defisit fiskal di negaranya yang belum memenuhi kategori aman. Ani, sapaan akrabnya, memaparkan, hingga data terakhir di akhir November 2018, rasio utang Indonesia, dalam hal ini, utang pemerintah sebesar 29,9 persen terhadap PDB atau Rp 4.395 triliun.
Sedangkan, standar kehati-hatian di tingkat internasional menyebutkan rasio utang sebuah negara tidak boleh melebihi 60 persen dari PDB.
"Dari standar internasional, kita masih rendah sekali. Defisit APBN kita juga 1,76 persen PDB, maka itu termasuk defisit yang kecil. Negara lain rasio utang terhadap PDB di atas 60 persen, tapi defisit APBN-nya 2 persen," ujar dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (22/1).
"Jadi tidak relevan untuk Indonesia pernyataan itu. Kita makin menurun (rasio utang)," tambah Sri.
Menurut Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, peringatan IMF soal pengelolaan risiko utang lebih relevan dengan negara yang memiliki rasio utang tinggi terhadap PDB serta defisit anggaran yang membengkak, seperti Italia. Rasio utang Italia terhadap PDB sebesar 100 persen, dengan defisit anggaran di atas 2,4 persen dari PDB.
"Negara itu harus jaga kesiembangan fiskal dengan mengurangi defisit, dengan mengurangi utangnya tanpa membuat growth melemah, kalau melemah, utang turun juga tidak akan menurun," ujarnya.
Dalam pidato di konferensi pers Prospektus Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde menyebutkan ada beberapa cara yang bisa dilakukan negara untuk mengurangi risiko penurunan pertumbuhan ekonomi global. Salah satunya adalah mengurangi utang pemerintah.
Lagarde berpendapat, pengurangan utang pemerintah bisa memberikan ruang untuk melawan penurunan ekonomi. Namun, hal itu harus dilakukan secara fleksibel dan lebih elastis, agar pengurangannya justru tak semakin menurunkan perekonomian pada negara tersebut.
"Mengurangi utang pemerintah yang tinggi akan membuka ruang yang dibutuhkan untuk melawan penurunan di masa depan. Tetapi ini harus dilakukan dengan cara yang adil dan ramah pertumbuhan," ujar Lagarde dalam keterangan resmi.
Dalam prospektus itu, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,5 persen di 2019. Hal itu karena adanya risiko ketidakpastian ekonomi global yang juga turut disebabkan volatilitas yang tinggi di pasar keuangan.
Proyeksi itu turun 0,2 persen dari perkiraan IMF sebelumnya yang diumumkan pada Oktober 2018 lalu. Sementara untuk 2020, IMF memperkirakan ekonomi dunia hanya akan tumbuh 3,6 persen atau turun 0,1 persen dibandingkan proyeksi IMF sebelumnya yang diumumkan pada Oktober 2018 lalu.