EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI) membukukan laba bersih Rp 15,03 triliun sepanjang 2018. Laba tersebut ditopang oleh pertumbuhan kredit, fee based income, membaiknya kualitas aset, dan tumbuhnya likuiditas.
Direktur BNI, Adi Sulistyowati menyampaikan pertumbuhan kredit mampu menopang peningkatan laba bersih BNI sebesar 10,3 persen yoy, dari Rp 13,62 triliun pada akhir 2017 menjadi Rp 15,02 triliun pada akhir 2018. Pertumbuhan kredit menciptakan pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) yang tumbuh 11,0 persen yoy yaitu dari Rp 31,94 triliun pada akhir 2017 menjadi Rp 35,45 triliun pada akhir 2018.
NII tersebut menjadi sumber pertumbuhan laba bersih BNI yang utama. Pertumbuhan laba bersih BNI juga ditopang oleh pertumbuhan pendapatan non bunga sebesar 5,2 persen yoy yaitu dari Rp 11,04 triliun pada akhir 2017 menjadi Rp 11,61 triliun pada akhir 2018.
Pertumbuhan pendapatan non bunga tersebut didorong oleh peningkatan kontribusi fee dari trade finance, pengelolaan rekening, dan fee bisnis kartu. Pencapaian laba bersih BNI ini juga didukung dari membaiknya kualitas aset, ditunjukkan oleh NPL gross yang membaik dari akhir 2017 sebesar 2,3 persen menjadi 1,9 persen di akhir 2018.
Sehingga BNI mampu menekan credit cost dari 1,6 persen pada akhir 2017 menjadi 1,4 persen pada akhir 2018. Di sisi lain, coverage ratio meningkat dari 148,0 persen pada akhir Desember 2017 menjadi 152,9 persen pada Desember 2018 untuk mengantisipasi kondisi global yang challenging di tahun 2019.
"BNI juga berhasil meningkatkan efisiensi di dalam operasionalnya selama 2018, tercermin dari cost to income ratio (CIR) yang membaik menjadi 42,5 persen pada Desember 2018, dibandingkan posisi Desember 2017 yang sebesar 43,9 persen," katanya.
Hal ini juga disebabkan oleh keberhasilan BNI dalam menjaga pertumbuhan Biaya Operasional (Opex) tetap pada level 6,8 persen. Kombinasi pertumbuhan NII, peningkatan pendapatan non bunga, perbaikan kualitas aset, dan efisiensi Opex telah menumbuhkan laba bersih BNI sebesar 10,3 persen pada akhir tahun 2018.
Dengan profitabilitas tersebut, BNI mencatatkan pertumbuhan return on equity (ROE) dari 15,6 persen menjadi 16,1 persen yoy. Kinerja penyaluran kredit BNI tidak terlepas dari kemampuan dalam mengelola likuditas secara optimal.
Meskipun berada pada kondisi pasar likuiditas yang sangat ketat, BNI mampu menjaga pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 12,1 persen yoy. Yaitu dari Rp 516,10 triliun pada Desember 2017 menjadi Rp 578,78 triliun pada Desember 2018.
Penghimpunan DPK BNI tersebut diiringi dengan menurunnya cost of fund dari 3,0 persen pada Desember 2017 menjadi 2,8 persen pada Desember 2018. Hal ini tersebut tercapai karena BNI berhasil menumbuhkan rasio dana murah (CASA) dari level 63,1 persen pada Desember 2017 menjadi 64,8 persen pada Desember 2018.
"Perbaikan rasio dana murah ini tidak terlepas dari pertumbuhan giro sebesar 18,2 persen yoy dan tabungan sebesar 13,0 persen yoy, yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan deposito BNI yaitu 6,7 persen yoy," katanya.
Penambahan jumlah rekening pada 2018 sebesar 11,2 juta, yaitu dari 32,8 juta rekening pada Desember 2017 menjadi 44,0 juta rekening pada Desember 2018. Selain itu, terjadi pertumbuhan jumlah branchless banking dari 70 ribu Agen46, menjadi 112 ribu Agen46 disertai aktivitas promosi agen kemitraan.