EKBIS.CO, JAKARTA -- Puluhan perwakilan pengusaha penggilingan beras dari berbagai daerah di Indonesia bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka pada Kamis (24/1) siang. Mereka mengadu kepada Jokowi terkait kondisi perdagangan beras di lapangan, termasuk usulan agar pemerintah melakukan evaluasi Harga Eceran Tertinggi (HET) beras secara berkala beberapa bulan sekali.
Pengusaha juga meminta pemerintah melakukan sinkronisasi antara Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah di level petani dengan penerapan HET. "Kan HET-nya Rp 9.450 per kg (kilogram). Tadi juga kami laporkan, perlunya sinkronisasi antara HET dan HPP. Ini kan harus ditinjau setiap saat, berkala. Mendag kan dulu mainya per 3-4 bulan sekali," jelas Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), Sutarto Alimoeso, usai mendampingi para pengusaha beras bertemu Jokowi di Istana Merdeka, Kamis (24/1).
Sutarto memandang, sinkroniasi antara HET dan HPP perlu dilakukan agar tidak ada pihak yang dirugikan terutama dari sisi petani. Misalnya, saat HPP gabah di level Rp 5.500 per kg maka angka HET ideal seharusnya di atas Rp 10 ribu per kg.
Menurut Sutarto, perhitungan HET berdasarkan HPP ini perlu dievaluasi berkala agar petani terus diuntungkan tanpa merugikan dan menyusahkan masyarakat selaku konsumen.
Persoalan HET beras sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017. Dalam aturan itu dijelaskan bahwa HET beras medium di pulau Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Barat sebesar Rp 9.450 per kg.
Sementara itu, HET beras medium di Sumatra (terkecuali Lampung dan Sumatra Selatan), Nusa Tenggara Timur, serta Kalimantan tercatat Rp 9.950 per kg. Adapun, HET beras medium tertinggi terdapat di Papua dan Maluku sebesar Rp 10.250 per kg.
Selain menyampaikan uneg-uneg tentang sinkronisasi HET dan HPP, para pengusaha penggilingan beras juga menyampaikan kondisi perberasan di lapangan kepada Jokowi. Sutarto menyebutkan bahwa pasokan beras di pasaran saat ini masih lebih dari cukup, apalagi musim panen di berbagai daerah mulai masuk.
Presiden, ujar Sutarto, merespons positif laporan para pengusaha bahwa tidak ada gejolak harga di lapangan. "Itu yang kami sampaikan. Kami harapkan, sekaligus kombinasi dengan gimana kita bangun corporate farming. Penggilingan padi bisa berperan pemilah kerja sama dan sinergi antara petani, pengusaha penggilingan, dan juga pemerintah dalam hal ini Bulog," paparnya.
Pedagang juga meminta Presiden memperbanyak alat pengering gabah untuk mengantisipasi anjloknya produksi di musim hujan. Khusus hal ini, Sutarto menyebutkan bahwa Presiden memberikan respons positif melalui program revitalisasi penggilingan beras sebelum akhir tahun 2019.
Pemerintah, katanya, berencana memperbanyakan alat pengering beras di daerah-daerah dengan curah hujan tinggi dan kantong-kantong beras dengan produksi tinggi.
Senada dengan Sutarto, pengusaha berasa di Pasar Induk Cipinang, Billy Haryanto, menyebutkan bahwa pasokan beras saat ini terpantau aman. Bahkan para pedagang sempat melarang Jokowi melakukan tinjauan lapangan ke Pasar Induk Cipinang lantaran harga dilaporkan stabil.
Billy khawatir, kunjungan Presiden ke Pasar Induk Cipinang justru disalahartikan sebagai kampanye. "Ya kami laporkan apa adanya. Maunya sih harga turun sedikit lagi. Karena kalau mahal-mahal nggak bagus, tapi murah-murah juga ngga bagus petani yang kena," katanya.
Sementara itu Presiden Jokowi mengaku sengaja memanggil para pedagang beras untuk mengetahui kondisi terkini di lapangan. Jokowi ingin memastikan harga beras saat ini stabil dan tidak ada gejolak.
"Saya ingin mendengarkan situasi dan kondisi mengenai perberasan baik di pasar, maupun di Cipinang maupun di daerah-daerah dan kemudian ke depannya akan seperti apa," kata Jokowi.