EKBIS.CO, SOLOK -- Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menjaga produksi bawang merah tetap ada sepanjang tahun. Salah satunya adalah dengan mengembangkan budidaya off season.
"Dengan memacu produksi off season di sejumlah wilayah seperti Solok dan NTB saat ini kita bisa swasembada sepanjang tahun," kata Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Kuntoro Boga Andri saat menghadiri kegiatan panen bawang merah di Lembah Gumanti, Solok, Sumatera Barat, Selasa (29/1).
Budidaya bawang merah off season biasanya berlaku untuk penanaman di musim hujan. Karena itu, budidaya bawang merah dengan cara ini umumnya dilakukan di lahan kering atau tegalan dan di lokasi yang terbuka seperti hamparan lahan dataran tinggi.
Selama 10 tahun terakhir, Kuntoro menambahkan, Solok telah menggeliat menjadi sentra produksi bawang merah nasional.
"Solok ini luar biasa potensinya. Petani juga semangat karena harga bawang untuk penanaman off season selalu terjaga di harga tinggi. Panen pun ditunggu pembeli," ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Solok Admaizon mengatakan, pada 2018 luas panen bawang merah untuk kabupaten Solok mencapai 8.790 hektare. Pada tahun 2019, luas panen ditargetkan mencapai 9.250 hektare.
"Kita harapkan apa yang diminta Menteri Pertanian bahwa tahun 2020, luas panen bawang merah di Solok bisa lebih dari 10 ribu hektare, bisa terwujud. Bila itu terjadi, Solok sudah bisa ekspor," kata Admaizon.
Apalagi, saat ini dengan menggunakan varietas lokal SS Sakato, produktivitas bisa mencapai 12 ton per hektare. Petani bawang merah di wilayah Solok juga bisa panen tiga hingga empat kali setahun.
Ia menyebutkan, tingginya produktivitas bawang merah di kawasan Solok tak lepas dari pendampingan yang telah dilakukan oleh Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat. BPTP telah membantu proses alih teknologi, seperti pengembangan bawang merah dalam bentuk biji dan pertanian organik.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat Chandra dalam kesempatan tersebut menuturkan, petani saat ini lebih pintar dalam menjual hasil panen mereka. Mereka enggan menjual produknya ke tengkulak terutama yang membeli dengan harga murah. Ia berharap petani bisa terus mengambil keuntungan besar.
Menurutnya, biasanya pedagang dan spekulan mendengungkan isu impor ke petani dan pasar, juga dihembuskan isu kelangkaan bawang. Isu impor hanya untuk menjatuhkan harga jual bawang merah yang tadinya berkisar antara dua belas hingga lima belas ribu rupiah per kilogram (kg).
"Ini tentunya bisa merugikan petani kita," kata Chandra.