Jumat 01 Feb 2019 21:11 WIB

Inalum Fokus Kembangkan Hilirisasi di 2019

Ada empat proyek hilirisasi yang akan dikerjakan Inalum pada tahun ini.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Komisaris PT Inalum Agus Tjahjana (kiri) bersama Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin (kedua kiri), Sekjen Kementerian ESDM Ego Syahrial (ketiga kiri), mantan Menteri Pertambangan dan Energi Subroto (ketiga kanan) selaku Advisory Board Chairman MMII, Executive Director Mining and Minerals Industry Institute Ratih Amri, (kedua kanan) dan Direktur Utama PT Antam Arie Prabowo Ariotedjo meluncurkan Institut Industri Tambang dan Mineral atau Mining and Minerals Industry Institute (MMII) di Jakarta, Jumat (1/2/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Komisaris PT Inalum Agus Tjahjana (kiri) bersama Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin (kedua kiri), Sekjen Kementerian ESDM Ego Syahrial (ketiga kiri), mantan Menteri Pertambangan dan Energi Subroto (ketiga kanan) selaku Advisory Board Chairman MMII, Executive Director Mining and Minerals Industry Institute Ratih Amri, (kedua kanan) dan Direktur Utama PT Antam Arie Prabowo Ariotedjo meluncurkan Institut Industri Tambang dan Mineral atau Mining and Minerals Industry Institute (MMII) di Jakarta, Jumat (1/2/2019).

EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) berencana untuk memfokuskan kebijakan hilirisasi di tahun 2019 ini. Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin menjelaskan ada empat proyek hilirisasi yang akan dikerjakan Inalum pada tahun ini.

Pertama, pembangunan pengolahan bauksit menjadi alumina bersama PT Aneka Tambang Tbk di Kalimantan Barat, dengan kapasitas ‎satu juta ton per tahun dengan nilai investasi 250 juta dolar Amerika. "Kita akan produksi alumina, banyak bauksit di kalimantan, tahun ini bangun, feasibility study sudah, tinggal pembangunan," kata Budi di Dharmawangsa, Jumat (1/2).

Proyek berikutnya adalah pembangunan pengolahan batu bara menjadi gas dan produk turunan lainnya, yang akan dilakukan PT Bukit Asam Tbk di Riau. Proyek tersebut akan menghasilkan gasifikasi batu bara Dimethyl Ether (DME‎),‎ sebagai pengganti bahan baku Liqufied Petroleum Gas (LPG). Sehingga dapat menekan impor bahan baku LPG sebesar lima juta ton per tahun.

"‎DME dari lokal dari coal kita bisa kurangi impor. Kurangi CAD dan bantu currency rupiah. LPG coal secara logika lebih murah dari gas," tuturnya.

Selain itu, dua proyek lainnya adalah pembangunan faslitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) tembaga yang akan dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Serta penjajakan pengolahan nikel menjadi bahan utama yang dapat digunakan oleh industri baterai.

"High Pressure Acid Leaching, nickel ore bisa stainless steel saja, tapi dalam lima tahun terakhir nikel bahan baku utama untuk baterai," ujar Budi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement