Selasa 12 Feb 2019 08:27 WIB

Ekspor Salak Naik 28 Persen pada 2018

Ekspor salak untuk mengisi pasar di Asia dan beberapa negara lain

Red: EH Ismail
Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi (kedua dari kanan) saat mengunjungi sentra produksi salak yakni Kecamatan Tempel, Sleman, Senin (11/2).
Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi (kedua dari kanan) saat mengunjungi sentra produksi salak yakni Kecamatan Tempel, Sleman, Senin (11/2).

EKBIS.CO, Kementerian Pertanian (Kementan) tengah gencar mendorong ekspor berbagai komoditas unggulan, di antaranya salak. Salak atau snack fruit tumbuh subur di Indonesia dan tidak dimiliki di negara lain, dengan berbagai jenis varietas yakni Salak Pondoh, Nglumut, Gula Pasir, Padang Sidempuan, Sari Intan 48.

"Iya ekspor salak untuk mengisi pasar di Asia dan beberapa negara lainnya. Dari data BPS, ekspor salak 2018 sebesar 1.233 ton naik 28 persen dibandingkan 2017 sebesar 965 ton," kata Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi saat mengunjungi sentra produksi salak yakni Kecamatan Tempel, Sleman, Senin (11/2).

Suwandi menyebutkan mengacu data BPS tersebut, adapun negara tujuan ekspor salak yakni Cina, Kamboja, Malaysia, Singapura, Thailand, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Timor Leste, Belanda, Qatar, Hongkong, Jerman dan Inggris.

"Luas lahan salak 2018 seluas 23.204 hektare dengan produksi 983 ribu ton tersebar di sentra di Kabupaten Sleman, Magelang, Banjarnegara, Tapanuli Selatan, Karangasem dan daerah lainnya," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Edy Sri Harnanto mengatakan, dari 2.300 hektare salak di Sleman melibatkan 11.500 rumah tangga petani. Produksi 10 kg per pohon per tahun yang jenisnya yakni salak pondoh super kualitas ekspor dan pondoh menggala untuk pasar domestik.

"Diharapkan ekspor salak Sleman tahun depan meningkat lagi seiring perawatan kebun dan sudah ada packaging housenya," tuturnya.

Sementara itu, Kelompoktani Sumber Rejeki Desa Mardikorejo, Kecamatan Tempel Sleman, Haryanto mengatakan, satu kelompoktani di daerahnya mengelola 10 hektare salak, dan pasar tidak ada masalah. Bahkan kelompok taninya bersama asosiasi sudah bermitra dengan eksportir yang ekspornya ke Cina dan Kamboja mencapai 200 hingga 400 ton per tahun.

"Harga di petani Rp 7.500 sampai Rp 8 ribu per kg untuk grade-B, isi 14 sampai 16 butir per kg ini sudah kelas ekspor. Untuk grade-A isi 12 butir per kg lebih mahal lagi, sedangkan untuk grade borongan bisa lebih murah," pungkasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement