EKBIS.CO, JAKARTA -- Peneliti dari lembaga kajian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan regulasi yang semakin memudahkan dunia usaha untuk berbisnis bakal lebih banyak memunculkan "unicorn". Unicorn adalah perusahaan rintisan dengan nilai ekonomi perusahaan minimal 1 miliar dolar AS.
"Rencana pemerintah untuk mengembangkan 'startup' (perusahaan rintisan) menjadi unicorn patut diapresiasi. Namun upaya tersebut juga harus diikuti adanya perbaikan regulasi yang memungkinkan sebuah startup tumbuh menjadi unicorn, salah satunya adalah terkait kemudahan berusaha," kata peneliti CIPS Indra Krishnamurti di Jakarta, Jumat (22/2).
Menurut Indra Krishnamutri, saat ini berbagai aspek terkait kemudahan berusaha di Indonesia masih perlu diperbaiki, termasuk dalam ketegori mendaftarkan usaha di Tanah Air.
Terkait dengan pengembangan unicorn, menurut dia, seharusnya juga bisa dipermudah akses terhadap finansial yang memadai. "Saat ini, walaupun dikatakan 3,1 persen masyarakat Indonesia telah menjadi wirausahawan, namun jumlah usaha yang sudah terdaftar secara formal masih sangat kecil. Ini tentu saja akan membatasi jumlah usaha yang berpotensi menjadi unicorn," jelasnya.
Untuk memastikan adanya iklim usaha yang menunjang terbentuknya unicorn, ia menegaskan perlu adanya penyederhanaan dalam aspek perizinan, seperti penyederhanaan jumlah izin yang harus diurus, biaya yang dikeluarkan dan hari yang diperlukan bagi pada perintis usaha.
Sementara itu, peringkat Indonesia dalam Indeks Kemudahan Berusaha yang dirilis oleh Bank Dunia pada 2018 lalu yaitu di posisi ke-72 dari 190 negara.
Sebagai perbandingan, negara-negara Asia Tenggara lainnya justru menepati peringkat yang jauh lebih baik daripada Indonesia, misalnya Singapura di peringkat ke-2, Malaysia di peringkat ke-24 dan Thailand di peringkat ke-26.