EKBIS.CO, JAKARTA – Anggota Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo menilai, peternak ayam besar atau perusahaan terintegrasi (integrator) ternak ayam dapat dikenai sanksi hukum apabila terbukti melanggar ketentuan tata niaga industri dan penguasaan sektor ternak ayam dari hulu ke hilir. KPPU akan menelusuri dari aspek Kemitraan.
Berdasarkan aduan peternak kecil kepada Ombudsman beberapa waktu lalu, kata dia, peternak kecil mengadukan praktik integrator yang tidak sesuai dengan ketentuan regulasi dagang. Oleh sebab itu ada kemungkinan bagi KPPU untuk melakukan pemeriksaan dari arah kemitraan antara integrator dan peternak kecil.
“Kalau integrator kan banyak yang memiliki mitra yang dalam hal ini adalah peternak kecil. Nah, kita akan lihat apakah kemitraan ini ada masalah atau tidak, kita akan masuk dari pintu itu,” kata Kodrat saat dihubungi Republika, Ahad (10/3).
Dia menjelaskan, permasalahan di industri ternak dan pakan ayam sudah ada menahun namun hingga kini belum ada upaya konkret pemerintah dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Untuk itu, dia melihat, jika integrator terbukti melanggar kesepakatan kerja dari aspek kemitraan dan cenderung melakukan upaya eksploitatif terhadap peternak kecil, maka sanksi hukum akan dikenakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kendati demikian, tindakan KPPU menuju persoalan ke ranah hukum harus didasari dengan adanya pelaporan dari peternak kecil. Hal itu guna dapat menindaklanjuti pengawalan dalam proses investigasi berdasarkan laporan yang ada.
Dia menyebut, sejauh ini belum ada laporan resmi dari peternak kecil sebab sekretariat dari Deputi Pencegahan dan Penindakan KPPU belum melaporkannya ke dalam rapat koordinasi oleh para komisioner.
“Kalau baru omongan-omongan saja sudah ada (tentang laporan). Yang jelas, kalau laporannya sudah masuk secara resmi, jika integrator terbukti bersalah, sanksinya bisa beragam tergantung besaran kerugian yang dialami peternak kecil,” katanya.
Sementara itu menanggapi adanya dugaan anjloknya harga ayam, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tuti Prahastuti mengatakan, harga daging ayam ras cukup elastis terhadap suplai peternak dan permintaan konsumen.
Untuk itu ketika permintaan cenderung menurun atau berkurang, maka hal itu akan segera berdampak pada pergerakan harga baik di tingkat peternak maupun eceran. Menurutnya, apabila integrator maupun peternak lainnya memiliki rumah potong hewan unggas (RPHU) dan rantai pendingin yang cukup memadai (sesuai dengan proporsi produksi masing-masing peternak), kata dia, hal itu akan sangat membantu menahan pasokan ke pasar hingga harga stabil.
“Oleh karena itu kami mengibau kepada peternak agar memiliki RPHU dengan kapasitas yang disesuaikan dengan produksinya,” kata Tuti.
Bila melihat dari rata-rata harga nasional daging ayam ras saat ini yang menyentuh harga Rp 31.950 per kilogram, dia mengatakan, maka para integrator dapat mendistribusikan hasil produksinya ke sejumlah provinsi yang harganya masih cukup tinggi dan berada di daerah yang umumnya bukan merupakan sentra produksi daging ayam.
“Jadi diarahkannya jangan ke wilayah-wilayah dengan sentra produksi,” katanya.
Di beberapa wilayah yang bukan merupakan sentra produksi ayam, harganya bervariasi. Di Maluku dengan kisaran harga Rp 41.740 per kilogram, Papua Rp 40.600 per kilogram, Kalimantan Utara Rp 39.650 per kilogram, Maluku Utara Rp 39.000 per kilogram, Sumatera Barat Rp 38.700 per kilogram, Nusa Tenggara Barat Rp 38.00 per kilogram, dan Nusa Tenggara Timur Rp 37.100 kilogram.
Menanggapi kelebihan produksi daging ayam dalam negeri ini, dia menilai pergerakan produksi ternak ayam dalam negeri belum mampu mengarah pada aktivitas ekspor mengingat eksportir daging ayam dunia memiliki harga yang lebih murah di banding dengan harga ayam domestik.