EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mendukung langkah pemerintah untuk melakukan retaliasi dagang terhadap Uni Eropa atas imbas dari diskriminasi sawit. Pihaknya menekankan kepada pemerintah agar retaliasi dilakukan dengan mengukur nilai dagang apa saja yang tidak merugikan Indonesia.
Pihaknya mendukung langkah pemerintah karena hal itu telah dikoordinasikan bersama dengan dunia. Oleh karena itu dia menilai, langkah-langkah itu harus dikawal secara rapi dan harus dikoordinasikan lebih efektif agar dampaknya terlihat secara riil.
“Jadi ini sudah dispute, kita akan tantang di WTO (World Trade Organisation), ya sambil itu kita akan mulai berhitung untuk mempertimbangkan berbagai retaliasi,” kata Joko saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (21/3).
Menurutnya, ancaman retaliasi oleh pemerintah harus dilakukan secara tegas berupa pemberlakuan pembatasan impor atau tarif bea masuk yang tinggi kepada produk-produk dari Uni Eropa. Salah satu contohnya, kata dia, pemerintah bisa membatasi impor mobil Eropa maupun mensetop pembelian produk airbus.
Terkait bea masuk dengan tarif yang tinggi atau ketentuan pajak produk-produk Eropa, dia menilai, pemerintah perlu memberlakukan standar tertentu secara terukur. Dia menambahkan, beberapa komoditas perdagangan yang memiliki keterkaitan dengan Uni Eropa juga perlu dikalkulasikan secara komprehensif agar tidak membebani pelaku usaha maupun merugikan perekonomian Indonesia.
Seperti diketahui, pemerintah mengancam akan memboikot produk-produk Uni Eropa untuk melawan diskriminasi yang dilakukan negara-negara di kawasan tersebut terhadap kelapa sawit. Retaliasi dagang akan diambil pemerintah jika parlemen Eropa menyetujui rancangan kebijakan dalam Renewable Energy Directive (RED) II yang diajukan Komisi Eropa pada 13 Maret lalu.
Sebagai salah satu negara pengekspor sawit terbesar dunia dengan tujuan ekspor ke 50 negara, dia menilai langkah Indonesia untuk membuka pasar baru seperti ke Bangladesh, Pakistan, dan negara-negara Afrika sudah tepat. Kendati demikian hal itu tidak serta-merta harus mengabaikan potensi pasar di Eropa.
“Nilai ekspor produk kelapa sawit kita ke Eropa mencapai Rp 4 juta per tahun, artinya tidak bisa juga kita ignore pasar ini,” katanya.