EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) menargetkan aset sampai akhir tahun 2019 dapat mencapai Rp 80 triliun. Angka tersebut naik sekitar 26 persen dibanding dengan pencapaian tahun lalu sebesar Rp 63 triliun.
Direktur Utama SMI Emma Sri Martini menjelaskan, untuk mencapai target tersebut, pihaknya akan terus melakukan fundraising untuk disalurkan ke berbagai proyek. Saat ini, sebagian besar dana tersebut masih tersalurkan ke sektor transportasi dan kelistrikan.
"Tapi, kami akan afirmatif untuk support ke sektor kesehatan dan pendidikan, sesuai dengan program prioritas pemerintah untuk pengembangan sumber daya manusia," katanya ketika ditemui usai acara Dasabakti PT SMI di Jakarta, Kamis (28/3).
Menurut Emma, pengembangan ke sektor pendidikan dan kesehatan tidak hanya dari sarana dan prasarana, juga soft skill. SMI sudah menjalin kerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) untuk mendatangkan ahli dari luar negeri di sejumlah sektor. Tidak sekadar bertukar pengetahuan, ahli tersebut diminta untuk melatih dan membangun kapasitas para dosen Indonesia.
Selain itu, Emma menambahkan, PT SMI juga menjalin kerjasama strategis dengan lembaga multilateral seperti Bank Dunia dalam hal pendanaan dan pembiayaan. Hubungan ini akan dimanfaatkan, khususnya dalam hal pinjaman ke pemerintah daerah dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur daerah.
Diharapkan, dampaknya dapat dirasakan hingga ke peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan efisiensi dalam transfer dari pusat ke daerah.
Dilihat dari aset, pertumbuhan PT SMI terus menunjukkan kinerja positif. Menurut Emma, pada 2016, PT SMI mencatat asetnya hingga Rp 44,3 triliun yang terus naik menjadi Rp 55,38 triliun pada 2017.
Tidak hanya itu, melalui penerapan tata kelola dan manajemen risiko yang baik, perseroan telah mampu menjaga kualitas aset dengan NPL neto yang rendah sebesar 0,65 persen.
Secara portofolio, Emma menjelaskan, SMI telah berpartisipasi dalam pembiayaan infrastruktur dengan total nilai proyek Rp 1.151,8 triliun. Dari total jumlah komitmen tersebut, lebih dari 63 persen sudah terdistribusi di luar Jawa. Ini dilakukan untuk mendukung poin Sustainable Development Goals (SDGs). "Khususnya dalam reduksi disparitas dari kesenjangan pembangunan," ujarnya.
Apabila dilihat dari produk pembiayaan, Emma menilai SMI sudah melengkapi diri sekaligus bersinergi dengan perbankan untuk mendapatkan financial closing. Dari sisi sektor pun, produk yang ditawarkan sudah diversifikasi meski masih didominasi oleh sektor konektivitas. Hal ini mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan, sehingga hubungan inter dan intra island menjadi sebuah keharusan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta kepada SMI untuk tidak berhenti pada pencapaian saat ini. Ia menganjurkan, perseroan yang dibentuk pada 2009 tersebut untuk melihat institusi pembangunan di luar negeri dengan skala internasional.
"SMI juga harus mencoba benchmarking dengan bank dunia, terutama dari segi leverage mereka yang sampai beberapa kali lipat," ujarnya.
Selain itu, Sri menuturkan, SMI juga sebaiknya dapat memetakan kebutuhan pemerintah daerah berdasarkan kapasitas institusi mereka dan komitmen politik untuk membangun infrastruktur. Dengan begitu, pemerintah dapat mengidentifikasi klien yang memang membutuhkan pengembangan secara nyata, baik secara coaching, pembiayaan maupun persiapan proyek. Dampaknya, akan tercipta efek snowball yang lebih baik.
Terakhir, Sri juga mengharapkan PT SMI dapat memfasilitasi terbentuknya komunitas praktisi di bidang infrastruktur yang dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat. Apakah itu dari akademisi, NGO, konsultan ataupun lembaga pembangunan. Komunitas ini dapat berdebat bagaimana membangun air bersih, proyek apa yang seharusnya dilakukan ataupun dihindari, kesalahan umum saat menjalankan proyek ataupun hal lain.
Sri mengatakan, membangun infrastruktur membutuhkan ragam elemen, termasuk keuangan, teknis, lingkungan, sosial dan politik. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus diberikan pemahaman bahwa tiap hasil karya infrastruktur adalah proses kompleks.
"Apabila tidak dibiasakan, pembangunan infrastruktur akan selalu diremehkan, tidak mendapat apresiasi secara proses maupun profesionalisme," katanya.