EKBIS.CO, JAKARTA – Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengakui kebijakan pertanian selama 4,5 tahun terakhir terkadang membuat gaduh publik dan pelaku usaha.
Ia bercerita tentang kiprahnya saat di Kementerian Pertanian kepada ratusan petani dan nelayan saat membuka Rapat Kerja Nasional dan Konsolidasi Tani Nelayan Se-Indonesia LPP PBNU di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Senin (1/4).
“Kebijakan kita memang terkadang bikin gaduh. Tapi, selalu kami sampaikan ini ibarat revolusi mental yang digagas presiden,” kata Amran.
Amran mengatakan, revolusi mental seperti yang digagas oleh Presiden Joko Widodo menyentuh semua elemen. Revolusi mental, kata dia, tentunya bakal menimbulkan kegaduhan di hadapan publik. Sebab, menurut Amran, kegaduhan menjadi hakikat dari sebuah revolusi.
Lelaki kelahiran Bone, 27 April 2968 itu menuturkan, di antara sekian kebijakan yang kerap membuat gaduh, salah satunya terkait kebijakan perberasan domestik. Selama kepemimpinannya, keran impor beras perlahan dikurangi hingga disetop.
Sebagai pengganti, jumlah musim tanam dan panen di sejumlah sentra-sentra padi di Indonesia ditingkatkan. Dari semula normal hanya dua kali setahun, ditingkatkan menjadi tiga kali setahun.
Akibat kebijakan itu, dia menilai berdampak pada meningkatkan sebaran hama wereng. Tak jarang petani mengalami puso atau gagal panen 100 persen. Sejumlah pengamat meminta agar kebijakan itu tak dilanjutkan. Sebab, musim tanam yang dilakukan selama tiga kali membuat hama tak pernah mati. Namun, Amran bersikukuh bahwa masalah hama bisa diatasi dengan teknologi dan inovasi dalam pertanian.
Selain perberasan, ia menyebut kebijakan untuk komoditas bawang putih juga sempat membuat gaduh. Mayoritas komoditas bawang putih yang terdapat di Indonesia merupakan stok impor. Namun, diakui Kementan, harga komoditas itu kerap melonjak tak wajar.
Atas dasar itu, Amran menargetkan agar Indonesia mampu berswasembada bawang putih pada 2021. Langkah yang ditempuh yakni dengan mewajibkan para importir bawang putih untuk juga menanam di dalam negeri.
Importir harus menaman dan memproduksi bawang putih minimal sebanyak lima persen dari kuota impor yang diberikan pemerintah. Kebijakan itu sontak membuat sebagian para pelaku usaha importir kebingungan.
Sebab, selama ini mereka hanya mengetahui seputar aturan impor yang ditetapkan pemerintah. Para importir pun tak berhubungan langsung dengan petani di daerah. Namun, Kementan tetap memberlakukan kebijakan itu, meskipun saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal.
Amran meyakini, kebijakan wajib tanam bawang putih bagi importir akan memacu peningkatan produksi dalam negeri secara perlahan.
Ia mengakui, kebijakannya yang kerap menimbulkan kontroversial tak jarang membuat banyak pihak yang tak senang menyudutkan institusi Kementerian Pertanian. Namun, Amran menegaskan, dirinya tidak akan menyerah dalam menghadapi banyak pihak yang bertentangan dengannya.
“Kami diancam, bahkan terkadang mendapat SMS gelap. Kami katakan, kami akan berbuat apapun demi umat,” ucapnya.
Ia mengklaim, berkat kebijakan pertanian yang kerap membuat gaduh, ternyata mampu memberikan dampak yang positif. Salah satunya, terhadap pengungkapan sejumlah mafia sektor pertanian yang selama ini menikmati untung di atas penderitaan petani.
Rata-rata, mereka adalah pemain yang berada di antara hulu dan hilir suatu komoditas. Mereka pula yang seringkali menyebabkan tingginya disparitas harga antara di level petani dan pasar.
Ia mengemukakan, selama 4,5 tahun terakhir, sedikitnya 782 mafia di sektor pertanian dan pangan berhasil ditangkap. Hal itu, salah satunya bisa dilakukan berkat kerja sama lintas kementerian. Terlebih, setelah Satgas Pangan Polri dibentuk.
Dari 782 mafia yang diungkap, Amran mencatat 409 orang telah menjadi tersangka. Sisanya, masih dalam proses. Sebanyak 66 orang tersangkut kasus beras, 27 orang kasus ternak, 21 orang kasus hortikultura, 12 orang kasus pupuk, dan 247 orang menjalani proses hukum atas kasus lainnya.
“Saya bilang ke Pak Presiden, Pak kalau revolusi mental pasti buat gaduh sedikit. Presiden bilang, ya sudah, lanjutkan,” kata Amran.