Selasa 02 Apr 2019 08:55 WIB

Tarif Ojek Daring Naik, Masyarakat Bisa Beralih

Kenaikan tarif ini dinilai tidak perlu diributkan.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bilal Ramadhan
Parkir Sembarangan. Ojek daring melakukan parkir atau mangkal  sembarangan di jalan Pasar Minggu, Selasa (21/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Parkir Sembarangan. Ojek daring melakukan parkir atau mangkal sembarangan di jalan Pasar Minggu, Selasa (21/11).

EKBIS.CO, JAKARTA-- Tarif ojek daring akan naik pada 1 Mei 2019 mendatang. Kebijakan ini memang menguntungkan bagi pengemudi ojek daring, tapi tentunya memberatkan bagi pengguna.

Ketua Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Instran) Jakarta Darmaningtyas mengatakan, aplikator harus berpikir secara kreatif agar penumpang dan pengemudi ojek daring saling menguntungkan. “Ya, pasti banyak yang keberatan. Tapi kan kendaraan umum banyak. Sehingga, masyarakat bisa memilih dan kenaikan tarif ini tidak usah diributkan,” kata Darmaningtyas kepada Republika, Senin (1/4).

Kenaikan tarif ini tidak usah diributkan.

Darmaningtyas melanjutkan, ojek daring merupakan sarana angkutan alternatif, bukan sarana angkutan utama yang wajib disediakan oleh pemerintah. Sebab, ojek daring sarana alternatif yang sifatnya pilihan. Jadi, masyarakat bisa memilih atau tidak memilih untuk naik ojek daring.

Menurutnya, jika pertimbangan kantong tarif ojek daring mahal maka masyarakat bisa meninggalkannya dan kembali menggunakan sarana angkutan umum. Banyak sarana angkutan umum yang sudah disediakan, seperti Transjakarta yang saat ini sudah lebih dari 169 rute.

Juga ada KRL Jabodetabek serta ada layanan Jak Lingko yang gratis dan sampai ke kampung-kampung. Ini artinya, mobilitas warga tidak akan terganggu dengan naiknya tarif ojek daring.

“Yang penting, pemerintah daerah menyediakan sarana angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau untuk wilayah DKI Jakarta,” ujar dia.

Justru, ia melanjutkan, berkurangnya ketergantungan warga terhadap ojek daring dapat mengurangi kesemrawutan lalu lintas dan dapat menekan korban angka kecelakaan. Sebab, bila di data, jumlah kecelakaan di DKI Jakarta lebih banyak yang melibatkan ojek daring daripada angkutan umum.

Darmaningtyas menambahkan, sebetulnya yang diatur dalam KP Nomor 348 Tahun 2019 tidak jauh berbeda dengan ketentuan tarif yang ada dalam taksi daring, yaitu dibagi menjadi menjadi tiga zona.

Zona I mencakup wilayah Sumatra dan Jawa minus Jabodetabek serta Bali. Besaran tarif  batas bawah di Zona I ini sebesar Rp 1.850, sedangkan tarif batas atasnya mencapai Rp 2.300. Adapun jasa minimum, kurang dari lima kilometer (argo awal) berkisar Rp 7.000 sampai Rp 10 ribu. Besaran tarif definitif ditentukan oleh aplikator.

Sedangkan, Zona II, mencakup wilayah Jabodetabek dengan tarif batas bawah sebesar Rp 2.000 dan tarif batas atas mencapai Rp 2.500. Sementara, biaya jasa minimum sebesar Rp 8.000 sampai dengan Rp 10 ribu.

Wilayah Jabodetabek dikeluarkan dari Zona I karena terkait dengan besaran upah minimum provinsi (UMP) yang memang lebih tinggi dibandingkan dengan UMP wilayah Sumatra dan Jawa pada umumnya serta Bali.

Kemudian, tarif ojek daring yang akan berlaku per 1 Mei 2019 ini lebih tinggi dari tarif saat ini. Tetapi, masih di bawah permintaan pengemudi. “Perhitungan awal yang diajukan oleh Tim 10 dulu adalah Rp 3.100 tarif kotor (belum dipotong aplikator 20 persen) atau kalau bersih sebesar Rp 2.450,” ujar dia.

Menurutnya, masing-masing aplikator dapat menentukan besaran potongannya. Sehingga, ada persaingan yang sehat antaraplikator tanpa harus mengorbankan kesejahteraan pengemudi (mitra). Bisa saja nanti aplikator yang satu menetapkan potongan 20 persen, tapi bisa juga kurang dari 20 persen.

“Besaran tarif tersebut dapat dievaluasi setelah tiga sampai enam bulan diimplementasikan, disesuaikan dengan kondisi lapangan,” ujar dia.

Sementara itu, salah satu pengemudi ojek daring, Rizwan, mengatakan, merasa bersyukur jika tarifnya naik untuk menambah penghasilan pribadi dan perawatan motor. “Alhamdulillah banget si kalau naik. Soalnya kemarin sempat turun di bawah lima kilometer harga awal Rp 8.000 jadi Rp 7.200,” kata Rizwan.

Menurutnya, jika nantinya penumpang merasa keberatan. Aplikator harus memberikan solusi yang tepat. Bisa dengan diadakan promo. Rizwan berharap, tarif yang sudah ditetapkan konsisten dan tidak merugikan pengemudi ojek daring. “ Bismillah saja saya, tarif naik alhamdulillah. Ya kalau tarif turun, jangan,” ujar dia.

Salah satu warga, Heni Febrianti (21 tahun), mengaku kaget dengan kebijakan tersebut. Ia juga butuh penyesuaian dengan tarif baru ini. “Ya berarti sekarang kalau naik ojek daring liat situasi saja. Misalnya, kalau telat dan jaraknya dekat saja,” tutur dia.

Menurutnya, dengan kenaikan tarif ini disesuaikan dengan warga dan para aplikator juga memikirkan penumpang ojek daring. “Kadang, tarifnya suka mahal dan murah enggak ngerti itu aplikatornya ngitungnya gimana,” keluhnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement