Kamis 04 Apr 2019 06:24 WIB

Penyerapan Gabah Terkendala Mesin Pengering

Mayoritas penggilingan padi berskala kecil dan memiliki keterbatasan mesin pengering

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Petani sedang memilah-milah gabah.
Foto: Humas Kementran.
Petani sedang memilah-milah gabah.

EKBIS.CO, JAKARTA – Persatuan Penggilingan Padi dan Perngusaha Beras (Perpadi) menyatakan, musim panen raya padi pertama tahun ini bersamaan dengan masih berlangsungnya musim hujan. Kondisi itu, membuat kondisi gabah dipanen dalam keadaan basah.

Di satu sisi, penggilingan padi yang mayoritas berskala kecil memiliki keterbatasan mesin pengering. Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso, mengatakan, akibat keterbatasan itu, para pemilik penggilingan padi tidak dapat maksimal menyerap gabah dari petani.

Baca Juga

“Kualitas gabah rendah karena basah tapi mereka juga terbatas pengering. Keterbatasan itu pasti membuat pembelian gabah juga terbatas,” kata Sutarto kepada Republika.co.id, Rabu (4/3).

Sutarto mengatakan, mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, jumlah perusahaan penggilingan di Indonesia sebanyak 182 ribu perusahaan. Dari jumlah itu, sebanyak 172 atau 94 persen merupakan penggilingan skala kecil. Itu sebabnya, peranan penggilingan padi kecil sangat menentukan penyerapan gabah petani.

Di sisi lain, Sutarto meyakini seiring berjalannya waktu jumlah penggilingan akan terus berkurang. Sebab, total kapasitas giling gabah dari 182 perusahaan itu lebih dari 200 juta ton per tahun. Sementara, produksi beras masih jauh di bawah itu.

“Sekarang ini pemerintah juga belum gencar menyerap gabah melalui Bulog. Mestinya, bulan-bulan ini sudah gencar. Kalau tidak menyerap, akan ada kelebihan pasokan dan harga pasti turun,” katanya.

Untuk harga, Sutarto mengatakan, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat penggilingan masih normal di angka Rp 4.000 per kilogram. Sementara, beras masih sekitar Rp 7.500 hingga Rp 8.000 per kilogram. Karena itu, Sutarto berharap agar pemerintah dapat menggencarkan penyerapan karena musim panen masih belum berakhir.

Sementara ini, menurut dia, baru Perpadi Jatim yang dapat memaksimalkan pembelian gabah petani dengan harga acuan sebesar Rp 3.700 per kg. “Kita para penggilingan juga sedang berusaha menyerap gabah selain Bulog yang ditugaskan menyerap,” ujarnya.

Di tempat terpisah, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan, persoalan musim kemarau dan penghujan di Indonesia telah dipahami pemerintah. Oleh sebab itu, sebagai solusi jangka panjang, pemerintah setiap tahun terus melakukan pengadaan mesin pengering.

Amran mengatakan, tahun lalu pemerintah sudah menganggarkan Rp 1 triliun untuk pengadaan seribu unit mesin pengering. Tahun ini, Kementan sudah menyiapkan dana sekitar Rp 800 miliar untuk kebutuhan pengadaan 800 mesin pengering.

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, meminta agar pemerintah tidak mengurangi konsentrasi terhadap petani menjelang puncak dari euforia tahun politik. Said menilai, konsentrasi pemerintah terhadap persoalan harga gabah yang masih terus menjadi masalah mulai kendur.

Padahal, dari 12 provinsi sentra beras, baru sekitar 60 persen wilayah yang memulai masa panen untuk musim tanam 2018/2019. Pada situasi ini, efek psikologi harga akan berpengaruh sehingga dapat memicu gabah harga terjun bebas. Sementara, petani masih memiliki ketergantungan besar terhadap tengkulak dan pengepul. 

Terlepas dari persoalan harga acuan yang dikeluhkan petani, KRKP mendesak pemerintah untuk mendorong Bulog memaksimalkan fleksibilitas harga pembelian sebesar Rp 4.070 per kg untuk untuk GKP di petani. Selain itu, peran pengusaha penggilingan untuk menyerap gabah petani menjadi kunci.

“Ke depan masih diperlukan sinkronisasi aturan karena kalau Bulog tidak maksimal dan penggilingan kesulitan, situasinya akan jadi lebih sulit,” ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement