EKBIS.CO, YOGYAKARTA -- Inflasi di DIY pada Maret tercatat tinggi, yakni sebesar 0,26 persen (mtm) atau 2,61 persen (yoy). Tekanan inflasi berasal dari volatile food atau inflasi yang dipengaruhi oleh komoditas pangan.
Hal ini karena terganggunya pasokan bahan pangan akibat gagal panen di tengah tingginya curah hujan dan adanya kendala impor. Terlebih, belum lama ini juga terjadi banjir di Kabupaten Bantul, Kulon Progo dan Gunungkidul.
"Inflasi volatile food 2019 dipengaruhi komoditas bumbu-bumbuan terutama bawang merah dan bawang putih sejalan dengan terganggunya pasokan akibat gagal panen," kata Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY, Sri Fitriani dalam keterangan resminya, Kamis (4/4).
Sementara itu, komponen administered price masih mengalami deflasi sebesar 0,36 persen (mtm). Deflasi ini lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya.
Sri menjelaskan, normalnya permintaan terhadap angkutan udara menyebabkan tarifnya cenderung menurun. Namun, tekanan harga komoditas bensin masih melanjutkan penurunan yang sejalan dengan penurunan harga jual bahan bakar minyak (BBM) oleh Pertamina per 10 Februari 2019 lalu.
Di sisi lain, lanjut Sri, inflasi inti pada Februari 2019 relatif stabil diangka 0,23 persen (mtm). Tekanan inflasi ini dipengnaruhi oleh kontrak rumah yang dipicu oleh penyesuaian tarif di awal tahun.
"Di samping itu, penyesuaian harga di awal tahun juga terjadi pada komoditas nasi dengan lauk yang turut berkontribusi terhadap tekanan inflasi ini," jelasnya.
Untuk itu, BI DIY akan terus berkomitmen mengendalikan inflasi di DIY yang bersinergi dengan berbagai pihak. Tentunya mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Peta Jalan pengendalian Inflasi DIY Tahun 2019-2021.
"Diharapkan, stabilisasi harga di daerah dapat terus terjaga dan sasaran inflasi 2019 sebesar 3,5 (yoy) dapat tercapai," ujar Sri.