EKBIS.CO, JAKARTA -- Indonesia dinilai belum siap menerapkan super holding. Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam berpendapat Indonesia sebaiknya mempertahankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan meningkatkan kinerjanya.
"Banyak yang harus diubah kalau mau membentuk super holding," ujar Piter kepada Republika, Senin (15/4).
Piter menjelaskan, di beberapa negara memang sudah ada yang menerapkan super holding, salah satunya adalah Temasek Holdings di Singapura. Tujuannya yaitu mensinergikan dan mengoptimalkan kinerja BUMN. Untuk tujuan ini, Indonesia sudah memiliki Kementerian BUMN.
Jika pun harus membangun super holding, Piter menambahkan, Indonesia harus membubarkan Kementerian BUMN. Sebab, mempertahankan BUMN sekaligus membangun super holding hanya membuat kinerja keduanya tidak efektif.
Melihat kondisi sekarang, menurut Piter, dalam jangka pendek Indonesia lebih cocok dengan bentuk Kementerian BUMN. "Tidak bisa dua-duanya karena akan menjadi mentari kembar. Ada dua nakhoda di satu kapal jelas tidak efisien dan tidak efektif," terang Piter.
Indonesia dinilai belum siap dengan super holding karena sifatnya benar-benar harus bisnis. Piter menjelaskan, super holding tidak bisa dicampuradukkan dengan tujuan sosial seperti pembagian subsidi yang saat ini masih diterapkan di Indonesia.
Selain itu, isu tentang kekayaan negara yang dipisahkan harus benar-benar diselesaikan. Kondisinya saat ini, menurut Piter, keuangan BUMN masih campur aduk dengan keuangan negara. Apabila ada kesalahan, BUMN bisa saja dituduh merugikan keuangan negara.
"Padahal BUMN adalah lembaga bisnis yang bisa jadi rugi. Bagaimana bikin holding profesional kalau pejabatnya semua cari selamat," kata Piter.
Sebelumnya, calon presiden dari pasangan nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi), mengatakan holding BUMN akan menjadi salah satu strategi dalam mendapatkan capital (modal). Pernyataan tersebut disampaikan Jokowi dalam debat putaran terakhir pada Sabtu (13/4) lalu.
Menurut Jokowi, apabila kembali terpilih, ke depan pemerintahannya akan membangun sejumlah holding BUMN, baik yang bersifat konstruksi, migas, maupun yang berkaitan dengan pertanian, perkebunan, dan perdagangan. "Akan ada holding-holding dan di atasnya (ada) super holding. Dengan kekuatan holding yang besar kita akan mudah mencari capital, modal," ujar Jokowi.
Oleh sebab itu, lanjut Jokowi, BUMN harus berani keluar 'kandang' menjadi pionir ke luar negeri membuka pasar dan jaringan sehingga BUMN kecil bisa mengikuti BUMN besar. Jokowi mengungkapkan, perusahaan karya Indonesia sudah banyak yang mengerjakan proyek infrastruktur besar di Timur Tengah.