EKBIS.CO, JAKARTA -- Sampah telah menjadi isu serius yang harus dihadapi dunia saat ini, termasuk Indonesia. Bahkan, persoalan sampah turut mengancam ekosistem di laut.
World Economic Forum pada 2016 menyatakan ada lebih dari 150 juta ton plastik di samudra. Sedangkan sebanyak 8 juta ton sampah plastik mengalir ke laut setiap tahunnya dan membahayakan lebih dari 800 spesies. Merespon kondisi tersebut, Pemerintah Republik Indonesia berkomitmen untuk dapat mengurangi sampah plastik di laut sebanyak 70 persen pada tahun 2025.
Sebagai bentuk upaya mencapai visi tersebut sekaligus mengeksplorasi implementasi ekonomi sirkular Kementerian Kelautan dan Perikanan RI melakukan kunjungan ke Recyling Business Unit yang dikembangkan oleh Danone-AQUA dan Pabrik PT Namasindo Plas yang memproduksi PET daur ulang di Bandung, Jawa Barat. Kunjungan ini bertujuan untuk menyelaraskan perspektif antara para pemangku kepentingan dalam memahami isu pengelolaan sampah plastik dan pentingnya kolaborasi lintas sektoral.
Pada kesempatan tersebut, Kasubdit Restorasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sapta Putra Ginting mengapreasiasi pengembangan sistem ekonomi sirkular yang telah dilakukan."Pada dasarnya, pemerintah tidaklah memusuhi plastik, kami mengendalikan timbulnya sampah plastik," tutur dia berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (15/4).
Ia menambahkan dengan implementasi ekonomi sirkular yang dilakukan industri semacam ini sampah dapat terjaga untuk tidak terbuang ke lingkungan. Hanya saja harus diiringi dengan dukungan masyarakat untuk menggunakan plastik secara bijak dan tidak membuang sampah sembarangan.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Namasindo Plas, Yanto Widodo, mengatakan Untuk meningkatkan implementasi ekonomi sirkular sekaligus mengembangkan industri daur ulang sebagai upaya pengelolaan sampah plastik, diperlukan edukasi kepada konsumen, masyarakat, produsen dan pemangku kepentingan lainnya.
Hal ini untuk meningkatkan kesadaran bahwa teknologi daur ulang sudah sangat berkembang dan sesungguhnya sampah plastik dapat digunakan kembali menjadi sumber daya untuk membuat botol baru ataupun produk lain. "Semakin banyak konsumen memanfaatkannya maka usaha daur ulang juga akan meningkat. Selain edukasi, berbagai regulasi juga harus didorong untuk memanfaatkan produk daur ulang plastik sebagai bentuk kepedulian pada lingkungan,” ucap dia.
Terkait pengembangan ekonomi sirkular yang dilakukan, Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone Indonesia menjelaskan, Sejak tahun 1993 pihaknya mempromosikan inisiatif daur ulang pertama melalui program AQUA Peduli dan sekarang kami dapat mengumpulkan 12 ribu ton plastik setiap tahunnya melalui 6 Recycling Business Unit di berbagai lokasi di Indonesia sambil menciptakan manfaat ekonomi bagi ratusan pemulung dan pendaur ulang.
"Pada tahun 2018 yang lalu Danone-AQUA telah menginisiasi gerakan #BijakBerplastik yang memperkuat komitmen Danone-AQUA untuk mewujudkan Indonesia yang lebih bersih dan mendukung tujuan pemerintah Indonesia untuk mengurangi sampah di lautan," ungkap dia.
Gerakan ini berfokus kepada tiga aspek inti yaitu pendidikan, inovasi produk, dan pengembangan infrastruktur pengumpulan sampah. Karyanto juga menjelaskan bahwa tiga aspek inti tersebut bertujuan untuk membantu mencapai ambisi untuk mengumpulkan lebih banyak plastik daripada yang Danone-AQUA gunakan pada tahun 2025, untuk menggunakan 100 persen kemasan yang dapat didaur ulang, dapat digunakan kembali ataupun dapat terurai, serta untuk meningkatkan proporsi konten daur ulang dalam botol produk Danone-AQUA menjadi 50 persen.
Model ekonomi sirkular merupakan penerapan teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas pemakaian sumber daya. Ekonomi sirkular menjadi alternatif ekonomi linier tradisional (membuat, menggunakan, membuang) dengan menyimpan sumber daya yang digunakan selama mungkin, mengekstrak sumber daya tersebut, kemudian memulihkan dan meregenerasinya. Melalui prinsip daur ulang dan penerapan ekonomi sirkular, sampah plastik dapat menjadi barang baru bernilai ekonomi dan dapat dimanfaat kembali sebagai sumber daya dan bahan baku.