Kamis 18 Apr 2019 17:24 WIB

Konsultasi Syariah: Umrah dengan Berutang (Pembiayaan)

Konsumen boleh umrah dengan utang asal tidak melalaikan hal lain yang lebih penting.

Red: Friska Yolanda
Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Oni Sahroni.
Foto: Republika/Prayogi
Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Oni Sahroni.

EKBIS.CO,  Diasuh Oleh: Dr Oni Sahroni, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI

 

Assalamualaikum wr wb.

Ustaz, saya mau bertanya, saya berniat tahun ini berangkat umrah. Namun, karena ada kondisi mendesak, uang untuk umrah itu saya pakai dulu untuk keperluan lain. Ada teman saya yang menyarankan untuk mengambil pembiayaan biaya talangan umrah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan hanya membayar DP dulu, apakah boleh saya mengambil pembiayaan tersebut?

(Ibuu Indah – Bogor)

---

Waalaikumussalam wr wb.

Dari aspek fikih, produk pembiayaan umrah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) itu telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dengan rambu-rambu syariah berikut. Di antaranya, menggunakan skema sesuai syariah, seperti jual beli murabahah serta konsumen mempunyai kemampuan melunasi kewajibannya dan tidak meninggalkan kewajiban yang lain yang harus segera ditunaikan.

Produk pembiayaan umrah di LKS dikenal juga dengan pembiayaan umrah atau pembiayaan paket umrah. Pembiayaan paket umrah adalah pembiayaan konsumtif bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pembelian jasa paket perjalanan ibadah umrah melalui LKS yang telah bekerja sama dengan agen perjalanan penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) atau biro perjalanan umrah (travel agent) sesuai dengan prinsip syariah.

Atau, pembiayaan paket umrah adalah program pembiayaan paket perjalanan umrah LKS berdasarkan prinsip akad murabahah (jual beli) dari biro perjalanan umrah tertentu dengan menggunakan jaminan BPKB kendaraan atau sejenisnya.

Menurut fikih, ada beberapa rambu-rambu umrah dengan cara berutang, yaitu:

Pertama, transaksinya adalah transaksi yang halal. Dalam produk pembiayaan umrah, skema yang digunakan adalah skema jual beli tidak tunai atau yang dikenal dengan jual beli murabahah.

Perusahaan pembiayaan syariah menjual paket umrah kepada konsumen dengan margin. Jual beli murabahah tersebut diperbolehkan (halal) menurut syariah sebagaimana Fatwa DSN MUI Nomor 111/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Jual-Beli Murabahah.

Sebagian ulama mendasarkan kebolehan murabahah juga pada qias (analogi) terhadap jual beli tauliyah. Jual beli tauliyah adalah seseorang menjual barang kepada orang lain dengan harga yang sama dengan harga belinya dan penjual menyampaikan harga belinya kepada pembeli.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW yang menyebutkan, "Rasulullah SAW membeli unta untuk hijrah dari Abu Bakar dengan harga at par (tauliyah). Ketika Abu Bakar ingin menghibahkan unta tersebut, Rasulullah mengatakan: Tidak …. Saya akan membayar sesuai dengan harga pokok pembelian (tsaman)."

Sebagaimana sesuai dengan firman Allah SWT, "Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS al-Baqarah: 275).

Kedua, sebagai penjual, lembaga keuangan syariah harus memastikan telah memiliki secara prinsip paket umrah tersebut dengan membelinya atau dengan minimum telah terjadi ijab qabul jual beli antara LKS dengan biro perjalanan umrah atau travel agent, sehingga dengan telah memilikinya bisa menjual paket tersebut kepada konsumen.

Hal ini sebagaimana pendapat mazhab Syafi'i yang menempatkan ijab qabul sebagai akad dan telah terjadi perpindahan kepemilikan. Begitu juga sebagaimana Standar Syariah Internasional AAOIFI yang memperbolehkan serah terima nonfisik, seperti halnya serah terima fisik.

Ketiga, konsumen tersebut punya kemampuan untuk melunasi kewajiban atau utangnya. Dalam produk pembiayaan paket umrah di LKS, biasanya setiap konsumen yang diterima pengajuan pembiayaanya itu sudah dianggap mampu memenuhi kewajibannya.

Keempat, konsumen tersebut yang berumrah dengan cara berutang, tidak melalaikan/mengorbankan hajat lain yang lebih penting. Sebagaimana tuntunan Rasulullah SAW yang berlaku dalam fikih prioritas (fikih aulawiyat dan fikih muwazanah). Di mana tingkat kebutuhan setiap orang itu bertingkat-tingkat, yaitu : dharuriyat (primer atau necessities), hajiyat (sekunder atau needs), dan tahsiniyat (tersier atau complememtary).

Mudah-mudahan, Allah SWT meridhai dan memberkahi setiap ikhtiar kita. Wallahu a'lam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement