EKBIS.CO, JAKARTA -- Pergerakan harga bawang putih di sejumlah daerah terus merangkak naik. Berdasarkan catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga bawang putih di beberapa daerah menembus Rp 61.250-Rp 61.500 per kilogram (kg). Tren kenaikan harga ini terjadi lebih dari sebulan terakhir.
Dalam catatan tersebut, sejumlah pasar di daerah yang terus mengalami lonjakan harga bawang putih salah satunya di Pasar Liluwo, Gorontalo, dengan lonjakan harga sebesar Rp 61.500 per kg pada 25 April 2019 dari harga sebelumnya Rp 60 ribu pada 18 April 2019. Di Pasar Alok, Kota Maumere, Nusa Tenggara Timur, harga bawang putih mencapai Rp 67.500 per kg dan terus bertahan sejak sepekan terakhir.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Tjahya Widayanti mengatakan, sejauh ini pemerintah masih berupaya menurunkan harga bawang putih dengan menggelar operasi pasar (OP) di sejumlah wilayah. “Ini (penurunan harga) masih kita upayakan semaksimal mungkin,” kata Tjahya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (25/4).
Seperti diketahui, saat ini kebutuhan konsumsi bawang putih Indonesia masih dipenuhi oleh pasokan impor sebesar 90 persen lebih. Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), konsumsi bawang putih masyarakat bervariatif dari tahun ke tahun. Tercatat, konsumsi bawang putih pada 2016 sebesar 465,1 ribu ton, sedangkan pada 2017 mencapai 482,19 ribu ton. Diperkirakan, dengan bertambahnya jumlah penduduk, tingkat konsumsi terus meningkat.
Sementara, mengacu pada catatan Kementan, total produksi bawang putih secara nasional masih berada di kisaran 20-21 ton per tahun. Sehingga dengan adanya kebutuhan yang terus meningkat dan tidak diimbangi dengan produksi yang seimbang, defisit bawang putih terus berlangsung.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Tanaman Hortikultura Kementan Suwandi mengatakan, saat ini Kementan sedang memperluas lahan tanam benih bawang putih. Tahun ini, ada sekitar 30 kabupaten yang akan ditanami untuk produktivitas benih. Total, ada 110 kabupaten fokus tanam benih yang ada jika dijumlahkan dengan realisasi tanam dari tahun lalu sebesar 80 kabupaten.
“Produksi benihnya saat ini sudah sampai 8,9 ribu ton hingga 12 ribu ton per hektare,” kata dia.
Sedangkan, dari total benih yang diproduksi tersebut statusnya merupakan benih basah di mana tingkat kesusutan benih bisa mencapai 50 persen. Adapun biaya penanaman benih bawang putih, kata dia, berkisar Rp 60-Rp 70 juta per hektare untuk lahan tanam ulang, sedangkan untuk lahan tanam baru membutuhkan bisaya sebesar Rp 70-Rp 80 juta per hektare.
Untuk itu dia menjelaskan, penanaman benih memang perlu dilakukan secara masif agar produksi benih semakin bisa meningkat menyusul target swasembada bawang putih pada 2021. Dari luas lahan tanam benih yang ada, Suwandi tidak memungkiri ada beberapa benih tanam gagal yang terpaksa dijual sebagai konsumsi.
“Ini jumlahnya sekitar 10 persen, nggak bisa jadi benih karena rusak. Tapi masih bagus dikonsumsi dan dijual, laku,” kata dia.
Suwandi merinci, anggaran tanam benih berasal dari beberapa sektor yakni anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), investor, serta importir bawang putih yang dikenai kewajiban tanam sebesar lima persen dari total importasi yang dilakukan. Berdasarkan mekanisme tersebut, di 2021 para produsen bawang putih berasal dari dalam negeri.
Bila swasembada bawang putih sudah terlaksana, para petani memiliki dua peran yakni sebagai produsen bibit dan pengusaha bawang putih. “Pembagian itu nantinya kita hitung luas, dan lokasi itu gak boleh overlaping. Tujuannya memang kami ingin status petani naik kelas,” kata dia